Monday, August 16, 2004

Menguak Jaringan Penjualan Gadis di Bawah Umur

Butuh Kelihaian untuk Bisa "Memakai" Melati

Terbongkarnya jaringan penjualan gadis di bawah umur untuk pemuas nafsu pria hidung belang di Semarang sungguh mengejutkan kita. Bagaimana modus operandi jaringan tersebut? Berikut laporannya.

KALAU saja seorang ibu muda yang kehilangan anak gadisnya, Mawar (15), tidak mengadukan ke Polsek Tugu, bisa jadi jaringan penjualan gadis di bawah umur tersebut belum terungkap.

Dari investigasi Suara Merdeka, jaringan mereka ternyata begitu rapi. Betapa tidak. Untuk "memakai" seorang gadis tersebut bukanlah persoalan mudah. Pemakai harus memiliki kelihaian dan pergaulan yang baik dengan si penyalur. Jika tidak, jangan harap bisa menikmati.

"Biasanya, tamu yang datang ke rumah atau sebelumnya menelepon," ujar Ny Ivon (44), seorang perantara yang tertangkap.

Warga Gisikdrono itu mengaku sudah lama menggeluti dunia "esek-esek". Sebelum itu, ketika lokalisasi Sunan Kuning (SK) masih resmi buka, dia menjadi salah satu penyalur di tempat itu.

Ia menyatakan, menyediakan pekerja seks komersial (PSK) yang rata-rata berumur lebih dari 20 tahun lebih mudah dibandingkan gadis di bawah umur. Sebab, pemesannya orang-orang tertentu yang tidak setiap saat bertemu.

"Kalau mencari PSK, biasanya orang cukup menyediakan uang Rp 100.000. Kurang dari itu juga bisa," katanya.

Namun, untuk pesanan khusus harus merogoh kocek sampai jutaan. "Ketika menjual Melati (bukan nama sebenarnya) saya mendapat Rp 1.500.000. Itu uang yang masuk ke saya. Nggak tahu kalau yang lain," katanya.

Selama menggeluti dunia tersebut, dia mengaku baru kali pertama ini menawarkan gadis di bawah umur kepada tamu. Awalnya, dia ditawari dua "daun muda" oleh Ny Sulistyowati, yang ternyata anaknya sendiri.

Mereka itu Bunga (13) dan Melati (14), bukan nama sebenarnya. "Awalnya saya pesimistis, apakah ada tamu yang mencari gadis seumur mereka. Karena teman dekat, saya berupaya mencarikan tamu untuk mereka. Ny Sulistyowati saat itu butuh uang untuk membayar kontrak rumah," ujar Ny Ivon.

Ketika berjalan-jalan di sebuah mal di kawasan Simpanglima, dia bertemu seorang pria setengah baya yang minta dicarikan "daun muda". Bahkan, kalau bisa yang masih di bawah umur.

Tanpa pikir panjang Ny Ivon menyanggupi permintaan tersebut. Transaksi untuk menentukan tarif, tempat, dan waktu pun dibuat.

Dia mengatakan, pemesan meminta agar "pesanan" diantar ke kamar hotel berbintang di kawasan Candi Lama. Kejadian itu sekitar dua bulan lalu. "Saya antar Melati ke hotel dengan taksi," ujar dia.

Setelah Melati dipertemukan dengan pemesan, dia tidak langsung pulang. Soalnya, Melati termasuk "pesanan" antik yang pernah dimilikinya. Apalagi, dia masih kecil dan belum berani pulang sendirian ke rumah orang tuanya.

Ny Sulistyowati kepada petugas mengatakan, di rumah Melati memberikan uang Rp 5 juta dari tamunya. Sebagian uang diberikan kepada Ny Ivon. Selebihnya untuk membayar kontrak rumah.

Pria itu dua kali "memakai" Melati. "Yang terakhir, bapak itu hanya ingin bertemu, setelah itu memberikan uang Rp 350.000. Di kamar saya hanya ngobrol sebentar. Mungkin bapak itu kasihan dengan saya," kata petugas menirukan ucapan Melati.

Mendapat keuntungan besar, Ny Ivon mencari mangsa lain. Kebetulan dia punya kenalan di Jakarta. "Saya menawarkan Bunga kepada dia (kenalannya-Red). Selang beberapa hari, dia menelepon agar Melati dibawa ke Jakarta. Saya dan Ny Sulis (sulistyowati-Red) mengantar sampai ke hotel di Jakarta," kata Ny Ivon.

Keduanya menunggu sampai selesai. "Tidak lama dan saya menungguinya. Sehari sudah bisa langsung pulang. Saya dapat bagian Rp 2 juta," kata dia.

Tidak semua tamu mencari gadis di bawah umur. Dari sejumlah pria hidung belang yang menghubungi Ny Sulistyowati dan Ny Ivon, masih banyak yang mencari gadis seusia anak SMU. Karena itu, keduanya berupaya mencari "mangsa" dengan cara blusukan di sekolah-sekolah.

Gadis yang memungkinkan untuk "dijual", didekati. Agar tidak tersinggung, si gadis ditawari pekerjaan dengan upah tinggi tanpa harus meninggalkan bangku sekolah. Bila dia menyanggupi, Ny Sulistyowati akan mencarikan pria yang mau diajak kencan dengannya.

Cempaka (17), bukan nama sebenarnya, siswi sebuah SMU di Semarang yang kali pertama menjadi anak asuhnya. Setelah kenal dengan Ny Sulistyowati, hampir setiap hari dia datang ke rumah wanita itu di Jalan Candi Permata perumahan Pasadena.

Cempaka kepada petugas mengatakan, saat kali pertama kencan dia dibayar Rp 400.000, tapi hanya Rp 150.000 yang diberikan kepadanya. Selebihnya diambil oleh Ny Sulistyowati.

Dia terkadang mengajak teman-temannya. Ada yang mau diajak "bekerja". Dari kebiasaan itu, Ny Sulistyowati akhirnya punya beberapa "anak asuh". Semua masih tercatat sebagai siswi SMU.

Kasus Semarang Hanya Sebagian Kecil

KENDATI sebuah jaringan penjualan dan perdagangan anak di bawah umur untuk tujuan seksual di Semarang telah terbongkar, diyakini itu hanyalah salah satu yang bisa terungkap. Kasus tersebut ibarat fenomena gunung es. Yang terungkap hanyalah sebagian kecil, sementara yang masih terpendam dalam-dalam masih menggumpal.

"Apa yang terlihat dan terungkap di permukaan hanyalah segelintir, belum bisa mencerminkan keadaan yang sebenarnya," tutur Koordinator Eksekutif Pusat Edukasi Studi Advokasi Anak Indonesia (Perisai) Fatah Muria.

Muncul indikasi kuat Semarang dan Jateng sebagai salah satu daerah pemasok dan transit bagi sindikat-sindikat perdagangan perempuan terutama anak-anak untuk tujuan seksual. Meski hal itu belum ada penelitian dan analisis yang komprehensif.
Perisai tidak hendak berlebihan. Simak saja hasil identifikasi Yayasan Setara. Mereka mengemukakan, 10 anak jalanan perempuan diperdagangkan untuk tujuan seksual ke Kepulauan Riau tahun 2000. Mereka ditampung dulu di sebuah tempat oleh broker.

Menurut pengakuan korban yang berusia 16 tahun kepada Setara, di sana bertemu dengan banyak anak-anak gadis sejenis yang diperdagangkan dengan tujuan serupa. Awal 2001 Perisai, Setara, dan PKPA Medan pernah menangani satu kasus anak yang berasal dari Brebes yang menjadi korban perdagangan anak. Dia dijerumuskan ke dalam prostitusi di Bandar Baru, Medan. Korban akhirnya lari dari lokalisasi setelah mengidap siphilis stadium IV. Kerja sama ketiga NGO itu berhasil memulangkan korban ke keluarga.

Di Indonesia, kasus tersebut ditengarai telah lama terjadi. Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan mengutip data dari Komisi Ekonomi dan Sosial PBB (ESCAP), memperkirakan sekitar 1 juta orang (20%) dari lima juta pekerja migran asal Indonesia menjadi korban sindikat perdagangan anak dan perempuan muda.

Dan Indonesia duduk di peringkat ketiga dengan kategori tidak serius dalam memerangi kejahatan tersebut. Pada umumnya korban ditujukan untuk pekerja seks yang dilempar ke Hong Kong, Singapura, Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam, negara-negara Timur Tengah, Australia, Korea, dan Jepang.

SAMIN (Sekretariat Anak Merdeka Indonesia) menengarai jumlah kasus perdagangan anak itu akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Asumsinya krisis ekonomi masih terus berkelanjutan; tingkat prevalensi HIV/AIDS lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Sehingga menjadi surga bagi pedofilia (orang yang puas melakukan hubungan seks dengan anak-anak di bawah umur).

Juga karena lemahnya perangkat serta penegakan hukum yang mampu memberikan perlindungan maksimal bagi anak-anak dan perempuan atas segala tindakan kekerasan.
Kasus enam anak yang diperjualbelikan dan diperdagangkan di Semarang, persetujuan anak dianggap tidak diperlukan. Sebab, mereka dianggap masih belum matang. KUHP, sebagai dasar hukum pidana di Indonesia, mengatur dalam Pasal 297. Namun, hanya menyangkut hukuman bagi perdagangan perempuan dan anak laki-laki dan belum mengadopsi perdagangan untuk anak-anak perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan seksual.

Pola perdagangan yang terungkap di Semarang masuk dalam kategori yang dijual oleh keluarga. Juga menggunakan bujuk rayu dengan upah yang tinggi dengan pekerjaan ringan. Ada pula yang menggunakan metode penculikan. Kasus ini pernah ditangani oleh ketiga NGO. Anak yang masih di terminal Pulo Gadung, Jakarta, tiba-tiba dipaksa untuk naik bus tujuan Medan. Tentu disertai dengan ancaman. Anak tersebut ditampung di lokalisasi sebagai pembantu rumah tangga (PRT) sebelum dijerumuskan ke prostitusi.

"Dari keterangan pelaku, anak-anak dijerumuskan ke dalam perdagangan untuk tujuan seksual dengan memanfaatkan subordinasi (orang tua-anak) dan ketidakmatangan mental," ujar Fatah Muria. Mereka, lanjutnya, mudah dirayu dengan iming-iming uang cukup melimpah.

Sejuta anak Indonesia telah disebut sebagai korban pedagangan ke negara lain. Pantas diduga sejuta anak lainnya menjadi korban perdagangan antarwilayah di Indonesia. Upaya penanganan dari pemerintah belum menunjukkan langkah keseriusan. Sebuah keprihatinan bersama di tengah lajunya upaya mencerdaskan bangsa. (Agus Toto Widyatmoko-60t)

Sunday, August 08, 2004

Kisah ayam Kampus di kota Apel, Malang

Berusaha Hindari Di-booking Mahasiswa

Kendati sudah profesional dalam mencari mangsa, kebanyakan para mahasiswi yang nyambi jual seks --baca: ayam kampus-- seringkali lupa akan pantangannya. Akibatnya, ketahuan kalau dia seorang pelacur. Tentu saja ada risikonya. Diputus pacar. Dikucilkan dalam pergaulan. Bahkan sampai diusir dari kos-kosan. Benarkah?

OBROLAN paling mengasyikkan bagi mahasiswa Malang adalah seputar "ayam kampus". Perburuan ayam kampus menjadi lahan menarik bagi-bagi laki-laki muda untuk menjajal kemampuan seksnya. Ujung-ujungnya, buku tentang Kamasutra laris manis dibaca oleh para mahasiswa. Ada yang lucu, mereka saling bertaruh menebak apakah pacarnya termasuk ayam kampus atau bukan.


"Pada gilirannya, rahasia ayam kampus bisa terbongkar kalau sang ayam tidak bisa menjaga kandangnya,"
ujarnya. Apalagi kalau teman kencannya orang sekampus, langsung menyebar ke mana-mana informasinya.

Dari perburuan ayam kampus di Malang, pada gilirannya banyak menimbulkan permasalahan baru. Seperti YN (22), mahasiswi Unibraw, terpaksa diusir dari kos-kosannya karena kedapatan nyambi sebagai ayam kampus. YN dikenal supel, teman-temannya hampir tiap hari mampir ke rumahnya, cuma ia punya hobi keluyuran ke diskotek.

Lama-lama YN mengenal dunia prostitusi dan mulai mendapatkan pelanggan. Dering telepon selalu mengusik teman-teman sekos-kosan, belum lagi banyak lelaki yang sering bertandang ke rumahnya. Ia pun terusir dari kos-kosan, karena seluruh penghuni pondokan tak mau menanggung malu.

"Aku sih cuek saja, yang penting apa yang saya dapatkan terpenuhi," katanya enteng. YN boleh korban muka di depan teman-teman, namun ia punya komitmen ingin lepas dari dunia hitam ini. Banyak pengalaman pahit yang diterimanya seperti perlakuan kasar para pelanggannya.

Untuk mendapatkan "ayam kampus" memang gampang-gampang susah. Tapi kalau sudah tahu caranya, pasti mudah saja untuk menjeratnya. Bisanya, mereka beraksi sekitar Jl Soekarno Hatta, tepatnya di Taman Budaya Malang. Seperti DM (21), gadis belia yang nyambi sebagai pemuas seks yang berhasil kita temui ini tergolong gadis pemberani. Bayangkan, ia nekat sendirian di tempat sepi hanya untuk menjaring Om-Om berkantong tebal.

Profesi ayam kampus dijalani sejak harga dirinya diinjak-injak oleh pacarnya. "Dulu, ketika duduk di SMU, keperawanan saya direnggut pacar saya," ujarnya enteng. Usai menodai dirinya, pacarnya lari dari tanggung jawab. Sampai sekarang ia tidak tahu di mana pacarnya tinggal.

Kenyataan semacam ini hampir menimpa seluruh ayam kampus se-Malang. Kalau toh ada yang ingin kepuasan seks, paling-paling sekian persennya saja. Umumnya, ayam-ayam ini sudah rusak sejak duduk di SMU. "Gara-garanya hanya satu, ingin balas dendam kekejian mantan pacar," ujar DM.

Saking seringnya bergelimangan di dunia hitam, ayam-ayam ini sampai kecanduan barang haram. Bermula ketagihan seks, mereka mulai mengenal sabu-sabu, ineks dan sejenisnya. "Pokoknya booking saja aku, nggak ada uang bisa diganti sabu-sabu, ngisepnya rame-rame juga bisa," ujar AG (19), gadis Banjar ini.


AG di kalangan teman-temannya pandai mencari mangsa, ia mampu bergelayut di pundak laki-laki dengan sejuta rayuan. Ia berencana meneruskan perkuliahan bila mendapatkan uang cukup banyak. "Sudah pasti saya kuliah, paling nggak di Diploma III lah, harganya bisa dinaikkan, pergaulan tambah elite sedikit," ujarnya.

Menjadi ayam kampus agaknya menjadi gaya hidup yang diprogram para perek Malang ini. Yang mengejutkan, kelompok ayam-ayam kampus ini terjalin sejak duduk di SMU. Komunitas mereka solid, bahkan hidup satu rumah bersama penyalur yang sekaligus pemasok narkotika. Lebih Selektif AG dan DM hanya salah satu perek yang tersebar di jalanan. Masih ada ayam-ayam yang lebih selektif memilih pasangan, mereka umumnya dari kalangan kampus kenamaan. Gaya bisnisnya berhati-hati agar identitasnya tidak mudah terlacak. Golongan ini termasuk ayam-ayam bonafid, sebab mereka tidak bisa diajak kencan begitu saja.

Sebut saja SL (20), mahasiswi sebuah PTN, ia hampir setahun menggeluti dunia hitam ini. Konsumennya sengaja dipilih untuk menjaga mutu
seksualnya, itu pun dilihat apakah konsumen masih muda atau sudah kempot. "Saya lebih memilih muda dan berduit, bahkan kalau cocok tidak bayar pun tak masalah," katanya.

Umumnya pria idaman SL dari kalangan pelajar dan tidak suka yang jorok. "Ada pula yang berkumis, tinggi besar, pokoknya jangan perut buncit," tangkalnya. Namun semua dikembalikan selera masing-masing perek, ia tidak bisa memaksa seluruh ayam kampus menerima laki-laki perlente.

Pakai Kondom

Untuk kesehatan, ia menyarankan para konsumennya menggunakan balon
pengaman (kondom, Red) dan selalu memeriksakan diri ke dokter. Biaya
perawatan ayam jenis ini mahal karena menjaga kebersihan serta
kesehatan kelaminnya. Ia pun memilih dokter yang handal untuk
merahasiakan seluruh privasinya.

Tarif ayam kampus tipe ini cukup tinggi, sekali main sang laki-laki
bisa merogoh Rp 200.000,-. Tak heran banyak laki-laki hidung belang
berani mengeluarkan ongkos untuk menaklukkan keganasan ayam kampus
model ini. "Namun saya tetap menyeleksi, tidak semua orang saya
pakai," tambahnya.

SL termasuk ayam nonmaterial, artinya ia tidak tergiur oleh
gemerlapnya uang. Siapa saja lelakinya, apakah ia suka serta mampu
memuaskannya di ranjang, SL rela tanpa ditimpuki uang. "Pokoknya
asyik, begitu kita tahu bagaimana cara memuaskan dia, kita tidak usah
menelepon, dia sendiri yang datang," ujar GG (23), pria iseng
penggemar ayam kampus.

Menurut GG, seorang pria harus tahu bagian paling merangsang bagi
lawan mainnya. "Berapa lama waktu yang diperlukan meningkatkan gairah
seks ayam, lantas gaya paling cocok untuk diperagakan, semua perlu
didiskusikan," tandasnya. Berbeda jika jajan di pelacuran, yang sekali
negosiasi langsung tancap.


Pengakuan SL, Ayam Kampus PTN:
"Saya Tahu, Ini Dosa"

SAYA menjalani profesi ini akibat patah hati dengan pacar saya.
Bayangkan, dia tega menodai saya tanpa bertanggung jawab. Akhirnya
saya memutuskan untuk menekuni dunia prostitusi. Dalam memilih
pasangan saya sangat selektif, biasanya masih muda dan berkantong
tebal.

Untuk menjaga kesehatan saya sempatkan berkonsultasi dengan dokter.
Demikian pula dengan lawan main saya, saya minta untuk memakai kondom.
Sebelum bermain biasanya mereka saya ajak ngobrol-ngobrol dulu,
fungsinya untuk saling mengenal. Syukur-syukur menyadarkan agar tidak
suka jajan.

Tempat berkencan saya memilih hotel di Batu atau villa kelas satu.
Semua untuk menjaga image kalau saya bukan kelas murahan. Konsumen
pasti mengerti mengapa saya pasang tarif mahal, dia tahu posisi saya.
Sebagai mahasiswa, saya mengerti apa yang saya lakukan melanggar
aturan dan dosa. (pur-xxx)

Menelusuri Kehidupan "Ayam Kampus" di Yogya (2)

Jadi Cebu karena Patah Hati atau Broken Home

PARA ce-bu (cewek bukingan) mengaku bahwa uang yang dikirim orang tua mereka sesungguhnya cukup untuk hidup di kota yang berbiaya hidup paling rendah se-Indonesia ini, tetapi uang kiriman menjadi cepat habis karena dipakai untuk kegiatan hura-hura. Karena itu, para ce-bu biasanya selalu mengeluh tak punya uang.
Kalimat ini tujuannya untuk mengingatkan bahwa mereka tidak mau diajak kencan secara gratisan. Hanya saja, jika sekadar diajak jalan-jalan mereka tak pernah menyebut tarif untuk jasa mereka. Kalau anda mau, mereka siap berikan bonus ektra kissing lips, necking dan petting. "Terserah lo!" ujar Sinta. Namun ada juga yang secara tegas melakukan penolakan untuk melakukan hubungan seks.

Seperti yang dituturkan oleh Lisa (23) gadis asal Semarang yang keberatan menyebutkan tempat kuliahnya. Dengan tegas dia menyatakan tidak sanggup untuk melakukan hubungan seks karena takut hamil. Karenanya, maksimal dia hanya mau melayani "close up" sampai "karaoke". Pertimbangannya karena dia hanya mengganggap bahwa terjunnya dia dalam jalur ce-bu itu bagian dari pergaulan modern sehingga dia masih merasa perlu untuk menjaga keperawanan. "Meski bejat, aku tak ingin kecewakan lelaki yang serius ingin menikahiku," ujar Lisa.

Lain halnya dengan Sinta, dia sama sekali tidak takut hamil karena siklus haid-nya teratur. Karena itu, dia hanya mau melayani hubungan seks ketika menurut hitungannya sedang berada pada kondisi tidak subur. Jika masih berada dalam keadaan subur maka dia akan bilang bahwa dia sedang 'libur' (menstruasi, red).

Sebagian besar ce-bu mengaku bahwa mereka melakukan pelacuran karena permasalahan psikologis seperti keluarga yang broken home atau dikhianati pacar. Karena itu tindakan yang mereka lakukan sebagai tindakan protes terhadap keadaan yang tak nyaris tak mau berpihak kepada mereka. Jadi ada sebuah keputus-asaan yang melandasi pemikiran mereka. Sinta mengaku sengaja menjadi ce-bu karena patah hati. Hubungannya dengan sang pacar yang sudah dijalin selama 4 tahun tak direstui oleh ayahnya, sementara mereka sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. Karena itu, ketika mereka putus pacaran dia merasa nyaris menjadi orang gila.

Awalnya hubungan mereka berjalan normal, tetapi bertepatan dengan hari ulang tahun sang pacar, Sinta mempersembahkan mahkota yang seharusnya dia jaga sampai pelaminan. Hanya saja Sinta berani bersumpah, karena ketulusan cinta mereka selama 4 tahun pacaran hubungan seks itu baru dilakukan sebanyak 4 kali. Tetapi, Sinta menjadi sangat marah karena semua orang mengiranya bahwa dia sudah tidur ratusan kali dengan sang pacar. "Awalnya, kita lakukan karena dia minta diberi hadiah ultah yang dapat dikenang selama hidupnya," aku Sinta.

Di antara para ce-bu, ada yang secara terus terang mengaku tempat kos mereka agar gampang dijemput pada saat kencan tetapi ada juga yang menyamarkannya dengan harapan menjaga citra yang punya kos.
Indah (23), misalnya, kepada siapapun mengaku tinggal di sebuah rumah di Jalan Gejayan. Tetapi, setelah dicek, para ce-bu yang mengaku tak saling kenal ternyata memakai alamat yang sama.

Namun, tak jarang sejumlah ce-bu juga kesal. Sebab, orang yang memesannya ternyata justru mempermainkannya. Seperti yang dialami oleh Asty (20), dia merasa sangat terpukul karena orang yang mengencaninya ternyata memakai nama dan nomor telpon orang lain. Jadi ketika dia menghubungi nomor telpon yang dimaksud, ternyata bukan orang yang baru saja melakukan chatting dengannya sekalipun nama dan nomornya benar. Pengakuan serupa juga dilontarkan oleh Ayu (22). Mahasiswi jurusan Teknologi Informasi yang kos di Jalan Solo itu sekarang tak gampang mau terima tawaran di internet. Sebab, dia pernah berkali-kali dipermainkan orang lain. "Udah gue tunggu, nyatanya nggak jadi dateng. Kesel khan gue," ujar Ayu. Untuk itu, jika memang orang yang membookingnya serius, dia langsung minta dijemput ditempat dia chatting. Setelah diantar ganti baju ditempat kosnya, maka ayu siap melaksanakan tugasnya.

Ingin kembali

Sesungguhnya para ce-bu tahu bahwa langkah yang mereka lakukan keliru. Karena itu, sesungguhnya mereka ingin menjadi orang baik-baik. Namun mereka tak yakin apakah mereka mampu untuk keluar dari dunia hitam yang telah mereka geluti selama ini. Rata-rata mereka sedang mencari, seorang lelaki yang mau mengerti dengan penderitaan batinnya dan mau mengerti segala kondisi yang tengah mereka alami. Secara terus terang mereka mengaku ingin membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, karena mereka telah terlalu lelah dengan beban yang selama ini mereka pikul.

Meski mereka menebar senyum kepada setiap lelaki, tetapi di balik senyum dan sikap manja yang mereka 'jual' sesungguhnya mereka menangis. Mereka merasa tak henti-henti dibelit perasaan bersalah yang terkadang hadir setiap waktu. Karena itu, mereka selalu berusaha untuk menjaga kesehatan karena pada saat sakit, mereka tersiksa oleh rasa penyesalan. Sinta, Indah, Lisa, dan Ayu mengaku bahwa mereka sudah merasa tak punya arti lagi setelah ditinggal pacar yang semula mereka sayangi. Karena mereka tahu, laki-laki lebih menuntut selembar selaput dara daripada segunung rasa setia yang siap mereka berikan. Sementara itu, ketika sakit mereka dibayangi perasaan takut mati. "Laki-laki memang egois, itu yang membuat saya mati rasa," ujar Sinta. (xxx)

Menelusuri Kehidupan "Ayam Kampus" di Yogyakarta (1)

Lebih Suka Dijemput dengan Sepeda Motor

FENOMENA pelacuran mahasiswa di Kota Yogyakarta kian merebak. Mereka tidak malu lagi menjajakan tubuhnya secara terbuka, dan mau secara jujur mengakui bahwa mereka memang gadis panggilan. Mereka menamakan diri sebagai "ce-bu" singkatan dari cewek bukingan atau cewek bookingan. Rata-rata mereka adalah kumpulan anak luar kota yang terlalu kenyang dengan persoalan keluarga dan melarikan diri ke Yogya.

Untuk melihat dari dekat aktivitas mereka, kami melakukan investigasi untuk menguak sisi-sisi kehidupan mereka yang diturunkan dalam tulisan bersambung mulai hari ini.JIKA Anda suka chatting pada folder Yogyakarta dari server MIRc maka akan ditemukan dengan mudah sejumlah nickname (nama panggilan) yang menggoda untuk disapa. Tetapi, sudah menjadi rahasia umum sejumlah "ayam kampus" ternyata juga memanfaatkan arena ini sebagai ajang untuk menjaring mangsa. Mereka memakai indentitas yang tersamar tetapi jelas seperti: ce_bth_duit, ce_mencari_cinta, girlsexy, ce_xxxtravaganza, ce_mau_ML, spidergirl, ce_mau_jalan, atau nama lain yang mengesankan bahwa mereka adalah ce-bu.

Bahkan ada yang secara gamblang menawarkan dirinya dengan nick name ce-bookingan atau ce-bookingan300rb. Penyebutan itu mereka sengaja dengan maksud agar chatter yang ingin membookingnya akan langsung mengklik nickname terebut.Sekadar informasi bahwa 'ce' dalam bahasa chatting yang artinya adalah cewek sementara 'co' artinya adalah cowok. Bagi chatter yang tertarik bisa dilanjutkan dengan obrolan sampai mendalam termasuk tarif dan kapan mereka bisa janjian.

Jika sang ce-bu oke mereka akan memberikan nomor ponsel yang tak diberikan sama siapapun. Tetapi ada juga ce-bu yang melakukan tawar menawar tarif sembari jalan sehingga kalau tak tertarik mereka bisa diantar pulang lagi ke kosnya. Tetapi jangan kira bahwa penampilan mereka menor seperti pelacur jalanan. Mereka justru tampil sangat biasa tanpa make up yang menonjol. Menurut pengakuan mereka, ketika diajak jalan-jalan di tempat umum kehadiran mereka tak langsung dapat dikenali bahwa mereka sesungguhnya pelacur.

Hanya saja, ce-bu di Yogya lain dengan gadis mall di Jakarta. Sejauh pengamatan kami, mereka tak terlalu banyak menuntut untuk dibelikan barang. Tetapi mereka sudah sangat puas jika diajak makan bareng dan muter-muter keliling kota. Bahkan, kalau sudah langganan ada juga yang tak menuntut bayaran.Disamping itu, rata-rata mereka justru lebih suka dijemput dengan motor. Selain tak terlalu mencolok terlihat sebagai gadis panggilan, bagi mereka sesungguhnya adalah melepaskan stress dan dapat berkeluh kesah dengan orang lain. Sebab, keterjerumusan mereka menjadi gadis panggilan salah satunya karena mereka tak tahu harus menumpahkan segala kekesalan yang menyesak dalam dadanya.

Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak bermasalah. Ada yang patah hati ,ada yang kesepian karena pacarnya jauh di luar kota, tetapi ada juga yang menjadi ce-bu sebagai sikap protes terhadap keluarga, ketika mengetahui bahwa orang tua mereka selingkuh dengan orang yang sebaya dengan dirinya.Sinta (24) -- bukan nama sebenarnya, adalah salah satu dari puluhan mahasiswa Yogya yang sengaja menceburkan diri dalam dunia hitam. Karena penampilannya yang sederhana sekilas gadis berdarah Sulawesi-Betawi ini sama sekali tak mengesankan bahwa dia seorang ce-bu.

Selain wajahnya biasa-biasa saja , dandanan yang dikenakan setiap berkencan selalu sopan. Sinta dan juga sejumlah ce-bu yang ditemui Bernas ternyata tak suka merokok layaknya pelacur di sinetron.Ketika tampil sehari-hari, mereka juga tak mengesankan bahwa mereka adalah gadis panggilan. Sebab, di kos atau di kampus mereka kelihatan sebagai gadis biasa yang tanpa masalah. Mereka tampaknya juga tak ingin diketahui bahwa mereka adalah 'ayam' dan hanya orang-orang tertentu dan penggemar chatting saja yang tahu bahwa mereka adalah 'ayam'. Sebab, ketika chatting mereka akan terbuka tentang apa yang dapat mereka perbuat dan upah apa yang mereka minta.Biasanya mereka langsung akan memberikan nomor ponsel terhadap orang-orang yang kelihatannya serius untuk mengencaninya. Sinta, misalnya, selalu standby di pesawat 081XXXX49.

Jika di-call, maka Sinta akan langsung siap melayani dan memuaskan hasrat lelaki hidung belang. Dia adalah mahasiswi semester akhir jurusan hukum sebuah PTS yang sangat tahu apa yang harus diperbuat untuk menyenangkan pria yang mengajaknya. Tingginya sekitar 170 dengan bobot 59 kg dan ukuran bra 36. Tapi jangan kecewa karena wajahnya hanya biasa-biasa saja. Jika anda tak suka masih ada Indah yang selalu on di pesawat 0818XXXX06 atau Lisa yang siap dipanggil di nomor 0818XXXX34.Menurut pengakuannya, sudah lebih dari dua tahun Sinta menekuni profesinya sebagai ce-bu. Prinsip yang dianutnya adalah tidak merugikan orang lain. Karena orang yang membookingnya tak mesti akan memintanya untuk melakukan seks. Maka dia sama sekali tak menawarkan diri kepada orang yang membookingnya. Jika kemudian orang yang mendahului dengan memintanya, maka Sinta akan melayaninya. Tarifnya? Murah.

Sinta tak meminta uang tetapi hanya meminta pulsa telpon. "Gue nggak minta duit, isi aja pulsa HP gue! Berani nggak? Kalau berani, gue akan puasin lu. Apa aja gue bisa!" ujar Sinta dengan logat Jakarta yang sangat kental. Rata-rata para ce-bu di Kota Yogyakarta berasal dari luar kota yang sengaja datang ke Yogya untuk tujuan studi. Karena itu sesungguhnya mereka bukan golongan orang yang kekurangan duit .. bersambung(XXX)