Tuesday, May 25, 2004

Mengintip perilaku Seks ABG di Manado


Cekikikan manja penuh pesona, menggairahkan serta penampilan yang seronok, para kupu-kupu malam , di sepanjang jalan Boulevard Piere Tendean Manado, mampu menghipnotis dan meruntuhkan iman seseorang. Bahkan, pejabat teras dan tokoh agama sekalipun bila bersua dengan mereka.

Lihat saja, mereka cantik-cantik. Dengan senyuman disertai kerlingan dan gurauan menggoda yang bermakna untuk mengajak berbuat lebih secara menyolok ditawarkan para gadis Anak Baru Gede (ABG) yang sering mangkal di sepanjang jalan itu, ternyata telah menjadi fenomena lain dari kota Manado .

“ Mau yang muda atau yang setengah tua ?” tawar salah seorang mucikari pada penulis ketika melakukan ‘survey’ disana pada suatu malam.


Bahkan, mereka tak segan-segan menawarkan santapan malam dengan menu ‘ daging singa’ kepada siapa saja yang lewat disitu. “ Kalau sudah kebelet tak dibayarpun kami mau, yang penting enjoy “ aku Mawar (bukan nama sebenarnya, red), gadis cantik belasan tahun yang mengaku sering melakukan ‘itu’ karena ketagihan.

Lain lagi menu ngejos disiang hari yang ditawarkan para ABG yang rata-rata berpredikat anak sekolahan. Mereka, biasanya nongkrong secara beregrombol di Matahari Dept Store, Coco Dept Store, Café, dan Kantor Pos. “ Saya mau saja di bawa, tapi harus bersama-sama dengan teman-temanku. Sebab, jujur saja, kalu kita Cuma sandiri kita tako, “ begitu alasan Seruni yang dibenarkan rekan-rekannya yang saat itu masih dengan pakaian seragam salah satu sekolah menengah tersenyum menggoda.


Desahan dan erangan penuh nafsu birahi menggelora dari sejumlah gadis di bawah umur ini, merupakan suatu nikmat membawa sengsara . Betapa tidak, sesuai laporan Dinas Kesehatan Sulut, selang tahun 2003 lalu terdeteksi sudah 6 (enam) orang yang positif mengidap virus HIV/AIDS. Bahkan tiga diantaranya telah meninggal dunia. Lebih ironis lagi, satu dari mereka berumur dibawah lima tahun (balita).

Sementara itu, kurun waktu 2002 lalu, tercatat sebanyak 28 orang terjangkit virus mematikan tersebut yang diakibatkan hubungan seks bebas secara gila-gilaan. Dari data Dinas Kesehatan Sulut menyebutkan tahun 2002 lalu itu tercatat 12 orang meninggal dunia dan itu termasuk bayi dalam kandungan salah seorang perempuan yang terjangkiti virus HIV/AIDS.

Sedangkan, data laporan per Januari 2004, Dinas Kesehatan menyebutkan sudah 41 orang yang terjangkiti HIV/AIDS dan 15 diantaranya sudah meninggal dunia. Sementara 2 (dua) orang dari ke 41 yang terjangkiti itu, saat ini masih berkeliaran di Kota Bitung. Astaga !

Sulut sendiri termasuk rawan penularan HIV/AIDS. Sebab, disejumlah tempat hiburan justru menyediakan hidangan sedap malam alias ‘daging singa’ secara gamblang. Sudah begitu, pelabuhan Bitung merupakan salah satu tempat transit virus yang dibawa sejumlah pelaut negeri seberang.

Dosa siapa? Bukan salah bunda mengandung jika sejumlah wanita penebar maut ini mencapai ratusan orang ini harus bergerilya mencari pasangan untuk menuntaskan hasrat ‘itu’-nya. Tapi, lebih didorong oleh tuntutan hidup yang lebih harmonis.

Sebab, jujur saja para lelaki hidung belang-pun selain memang membutuhkan keberadaan mereka, pun jika ketemu dengan penjaja cinta sekejap ini akan mengiler. Karena lihat saja, mereka masih muda, cantik, aduhai , bahenol, seksi.

Moral, sekali lagi moral yang berperan. Faktor iman dan kesetiaan terhadap istri atau suami? Harus terus dipupuk agar tidak tergoda bujukan malaikat pencabut nyawa untuk tidak berbuat lebih ‘itu’ tadi. Peranan orang tua, pemerintah, tokoh agama, bahkan siapa saja menjadi sangat penting dalam menyikapi fenomena maraknya, ‘daging singa’ tersebut.

Terungkapnya sejumlah temuan virus HIV/AIDS yang telah menelan korban jiwa warga Sulawesi Utara (Sulut), dinilai sejumlah massa aksi pemerhati masalah perempuan sebagai akibat dari maraknya penjualan wanita asal Sulut ke daerah lain untuk dijadikan sebagai pekerja seks komersil.

“ Untuk itu, kami mengimbau agar aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan mengusut tuntas sampai keakar-akarnya dan membongkar jaringan mafia penjual perempuan dengan memberikan hukuman yang setimpal dari akibat di eksploitasinya perempuan sebagai dagangan, “ sembur sejumlah tokoh massa aksi seperti, Donny Lumingas Sekjen Presidium GMNI dan Fitria Dara Syamsi Ketua Lembaga Solidaritas Perempuan, dan Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW), serta Tim Penggerak PKK, geram.

Malahan, Fitridarasamsi Ketua Lembaga Solidaritas Perempuan (LSP), sangat geram terhadap para mafia penjual perempuan tersebut. Pasalnya menurut Fitri, panggilan akrab perempuan yang punya hobi melakukan demo ini, selain yang jadi korban adalah anak-anak dibawah umur-pun ketika berhasil ditangkap dan disidangkan justru hanya diputus sangat ringan.

Secara terpisah mereka mengindikasikan adanya penjualan perempuan asal Sulut itu, dilakukan secara terorganisir oleh jaringan mafia perdagangan wanita ke daerah lain, dan ini harus ditindak. “ Bongkar jaringannya, bukan korban yang diusut, “ tegas mereka.

Germo, mucikari, induk semang, mami atau apalagi panggilan laknat lainnya bagi penjual wanita tersebut, dinilai para tokoh massa aksi di Sulut ini dengan satu kata; Keparat !!!. Sebab, lihat saja sejumlah Anak Baru Gede (ABG) yang sering mangkal di sejumlah tempat hiburan, loby hotel, Dept Store, bahkan yang ada di sepanjang Boulevard Piere Tendean, rata-rata keberadaan mereka telah terkoordinir oleh germo atau apa saja panggilan mereka itu.

“ Makanya perlu adanya perda anti trafiking untuk meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Untuk itu, perlunya peningkatan SDM bagi kaum perempuan Sulut. “ kata Ny Sientje Sondakh-Mandey yang juga sebagai istri gubernur Sulut itu.



Cerita Duka ‘Kupu-Kupu Malam’

Berbagai alasan klise terlontar dari sejumlah bibir bergincu yang berhasil diwawancarai baru-baru ini. Mereka rata-rata berangkat dari keluarga broken home , mulai dari alasan demi menyambung hidup sampai yang terjebak dengan keadaan, terus menambah jumlah daftar ‘kupu-kupu malam’ di Kota Manado . Berikut rangkuman hasil investigasi penulis dibeberapa tempat hiburan malam sampai di pelabuhan Samudera Kota Bitung.

Mona, 24 tahun, status cerai satu anak, perempuan cantik yang mengaku tinggal di Tuminting yang bekerja sebagai Ladis di Hot Gossip Enjoy (HG) Manado, mengaku terpaksa harus menjalani kehidupan malam hanya untuk mengongkosi anak dan keluarganya.

“Saya menjalani pekerjaan ini sejak tahun 1999 lalu, ya terpaksa karena jujur saja saya tidak mengantongi ijazah untuk melamar pekerjaan ditempat lain, “ tuturnya sambil menambahkan bahwa dirinya bisa diajak begituan asal baku ator.

Lain lagi cerita Rona, 19 tahun, gadis hitam manis putus sekolah yang sering mondar- mandir sambil membawa jualan berupa obat kuat untuk pria dewasa dari satu kapal ke kapal asing lainnya di pelabuhan Samudera Bitung.

“ Bos, ada obat kuat ini, bagus punya bisa langsung dicoba, “ tawarnya saat itu sambil memperlihatkan berbagai jenis obat kuat buatan negeri seberang. Dirinya mengaku, jika ada yang berminat terhadap jualan obatnya dan minta dilayani, tarifnya agak mahal diatas Rp 250.000 sekali ngejos.

Suka-duka sebagai ‘kupu-kupu malam’ memang sering memiriskan, dan itu terjadi didepan mata kita. Sebab, sesuai pengakuan Mawar, (bukan nama sebenarnya, red)- gadis manis belasan tahun yang ditemui di salah café di jalan Boulevard ketika menjajakan hidangan daging singa pada suatu malam mengaku bahwa dirinya direkrut dari salah satu desa di Sulut oleh seseorang ( baca; germo), yang mengaku bisa mencarikan pekerjaan dengan iming-iming gaji besar.

Berawal dari bujukan dan rayuan untuk mendapatkan pekerjaan itulah, Mawar, meninggalkan desanya dan ikut pada germo tersebut ke salah satu kota besar di daerah luar Sulut. Namun, ternyata impian untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar sirna seketika. Mawar, dengan paksaan sang germo disuruh melayani nafsu birahi seorang pria paro baya yang berasal dari negara tetangga sampai pingsan. Mawar diperkosa dan dijual !

Akibatnya setelah itu, gadis muda cantik ini mulai merasakan ada kelainan dalam perutnya. Sebab, ternyata gadis cantik asal salah satu desa di Sulut itu mengandung benih haram yang ditaburkan pria yang tidak pernah dikenalnya. Mawar hamil diluar nikah.

Dengan perasaan remuk redam, Mawar, berhasil kabur dari jeratan sang germo dan pulang ke desa. Tapi, apa yang terjadi ? seluruh masyarakat di desa merasa jijik melihatnya yang pulang dengan perut membuncit. “ Terpaksa kita kase gugur no, dan setelah itu saya ada disini dan jadi begini, “ tuturnya sendu sambil terisak menahan jatuhnya airmata. “ Ah ngana babatanya terus jo rupa itu wartawan, mo booking nda?” tanya Mawar sambil tersenyum manis sambil bergayut manja menggoda.

Kerlap-kerlip ABG menghiasi gemerlap Malam di Lokasari

MALAM DI LOKASARI | PAMITNYA MAIN, NGGAK TAHUNYA TEMANI OM-OM

GEMERLAP Malam Lokasari di Jalan Raya Mangga Besar, Jakarta Barat bukan Cuma disemarakkan wanita penghibur dewasa, tetapi juga diramaikan sekelompok anak baru gede alias ABG. Kelompok wanita remaja ini lebih banyak bermain pada sore hari hingga sekitar pk:21.00. Sedangkan pada hari akhir pekan, seperti Jumat dan Sabtu, maka sebagian ABG yang pulang sekolah pada siang hari langsung beramai-ramai datang ke tempat hiburan malam seperti bar dan karaoke.

Tujuan pada ABG di tempat hiburan orang dewasa ini bermacam-macam. Ada yang Cuma melampiaskan rasa penasaran tentang suasana bar atau karaoke. Namun ada pula yang menggaet om-om senang untuk mencari tambahan penghasilan. ABG yang mencari tambahan pun bermacam-macam. Ada yang Cuma sebatas menemani lelaki minum-minum atau nyanyi karaoke, namun ada pula yang bersedia diajak kencan di kamar hotel maupun di tempat hiburan malam.

Bagi tamu yang awam di tempat hiburan disini harus pandai-pandai memilih ABG yang akan menemaninya. Misalnya kita Cuma sekedar pengin ditemani minum sambil ngobrol, jangan memilih ABG yang professional sebagai penjaja cinta. Demikian pula sebaliknya, bagi pria yang hobi hiburan sampai “tuntas” jangan memilih ABG yang Cuma mau menemani minum.

Untuk mempermudah mendapatkan teman kencan yang tepat, maka tidak ada salahnya kita Tanya pada waitress maupun “mami/papi” di tempat hiburan. “Kalau salah pilih bakalan kecewa, sehingga kami merasa tidak enak terhadap tamu yang terlanjur keluar duit banyak, tapi kecewa” ujar Mami Ana yang mengasuh sejumlah wanita penghibur, termasuk ABG di kawasan itu.

“Setiap Jumat dan Sabtu siang, tempat ini makin ramai oleh ABG yang baru pulang sekolah. Beberapa di antaranya ada yang mau diajak kencan seks. Tarifnya tergantung pada kesepakatan dengan tamu, tapi biasanya sekitar Rp.300.000/jam,” tambah si mami.

Para ABG itu tambahnya khususnya ABG Rumahan kebanyakan sudah meninggalkan lokasi tempat hiburan malam sekitar pukul 21:00. Mereka tidak berani sampai larut malam disini karena takut dimarahi orangtuanya. “Kalau sore-sore sudah pulang, maka kesannya seperti habis main dari rumah teman sekolah. Padahal sih, mereka menggaet om-om hidung belang,” tutur Mami Ana.

Ada salah satu bar dikawasan ini yang terdapat banyak ABG cantik yang bekerja secara free-lance. Tidak ada seorang pun yang tercatat sebagai karyawati tetap. Kenapa? Menurut seorang pengelola tempat hiburan yang tak mau disebut namanya, mereka sengaja dipekerjakan tanpa ikatan, karena beresiko tinggi.

“Pengelola dianggap melanggar hukum karena mempekerjakan anak dibawah umur. Selain itu, kalau keberadaan si anak itu tanpa sepengetahuan orangtua mereka, bapak ibunya bisa marah-marah disini,” ujarnya.

Makanya kalau mau iseng harus timbang-timbang dulu dengan resikonya.

Sunday, May 16, 2004

Menelusuri Pelacuran ABG di Medan, Sumatra Utara

MEDAN - SUMUT

Di Medan, 'Onces' Mengincar 'Tubang'

BRONCES atau onces itu panggilan khusus untuk pelacur ABG di Medan. Di kalangan onces pun memberikan istilah tersendiri pula untuk mangsanya. Tubang (tua bangka) tapi tebal kocek.

Tubang yang istilah umumnya adalah "om senang" incaran para onces, di plaza atau lantai disko. Biasanya tempat yang disenangi remaja Medan adalah Ari King-King di Hotel Dano Toba, atau House Musik di Jl Perdana Medan, dan masih ada beberapa tempat lainnya.

Dentuman musik yang menggema di Ari King-King Discotiq, membawa suasana malam yang semakin dingin itu menjadi hangat. Tiga ABG di salah satu sudut lantai disko asyik terus bergoyang, matanya terus melahap semua pengunjung yang datang. Mereka bergaya meliuk-lukkan tubuhnya agar menjadi perhatian tamu yang baru datang.

Masuk Ari King-King memang harus waspada bagi yang belum biasa, sebab bisa-bisa terjebak dalam kelompok khusus pengguna ekstasi atau shabu. Yang pasti penggemar dua jenis narkoba itu setiap masuk tempat hiburan pasti membawa serta barang tersebut.

Pengunjung yang ingin onces biasanya menghidupkan korek api, pelayan pun datang. Pesan minuman, sekaligus onces. Para onces yang sejak tadi terus mengamati arah hidupnya api geretan, memberi kode pada sang pelayan. Lewat gerak bahasa kepala, meski dalam situasi remang-remang itu si onces mengerti yang mana yang dikehendaki. Malam itu, tiga onces sepertinya sudah terlalu lama bergoyang namun belum ada tawaran. Mata mereka semakin liar. Sebab malam sudah semakin larut.

Begitu menerima kode dari sang pelayan, mereka serentak memandang. Ternyata yang tinggi semampai berjins ketat warna cokelat tua, dengan blus ngepas putih, rambutnya tergerai sebatas pinggang, ada giwang kecil di telinganya, yang dapat tawaran.

Ita, 17, nama onces yang cakep itu. Diajak ngobrol dia langsung akrab, dan bercerita apa adanya. Ita tak segan mengemukakan asal mulanya dia terjun ke dunia yang digelutinya.

Tujuan pertama karena Ita ingin senang dan ingin menikmati semuanya. Kalau tidak, cuma bisa lihat di televisi. ''Ita kan kepingin mewah, beli pakaian mahal. Ngarepin dari bokap, wah nggak bakalan, ah.... Tapi sampai sekarang juga mereka nggak tahu kok,'' katanya.

Ita yang mengaku masih duduk di kelas III salah satu SMU Swasta di Medan mengaku, pertama kali di-booking seorang tubang. Selama tiga hari, Ita dibayar Rp 1 juta. Seperti disambar geledek rasanya Ita menerima uang sebanyak itu. Sementara selama ini untuk sekolah saja pun terus sulit biaya.

Ayahnya juga pegawai di sebuah bar kecil kawasan Nibung Raya, Medan, seperti kurang perhatian pada keluarga. Ita saat itu kelas II SMU, tiga lagi adiknya menunggu. Ibunya sering sakit-sakitan. Dia pernah bertanya kepada temannya yang hidupnya kelihatan mewah. Ternyata melakukan cara itu.

''Kegadisanku dibayar Rp 1 juta. Tapi aku rela. Semuanya demi hidup. Diam-diam aku bayar semua keperluan sekolah adik-adikku. Untuk menutupi pekerjaan di mata orang tua, aku mencoba mengambil pakaian jadi, dan menjualnya secara cicil, kepada tetangga dan teman-teman. Aku libatkan dua adikku untuk mengutip cicilannya. Tak ada orang yang mencurigaiku. Sambil menjajakan pakain, aku juga bersedia jika diajak 'ngamar'. Sering itu terjadi," katanya.

Ada om membeli satu kemeja, dan sepasang kaus kaki seharga Rp 500.000,- berikut dirinya. Atau terkadang Rp 200.000,- pun jadi. Bahkan di bawah tarif itu juga pernah. Yang penting saku dapat uang dan senang. Jalan ke mana saja, makan enak, tidur di temat yang luks dia jalani. "Kalau tidak pulang alasanku, keluar kota."

Tapi belakangan ini Ita mulai bosan dengan cara itu. Ia ingin naik kelas, dan mulai masuk diksotek satu berganti ke diskotek lainnya di kawasan Kota Medan. Dagangannya pun mulai dipegang adiknya.

Kalau di diskotek sebenarnya uang tidak terlalu banyak, kalau sabar memang ada. "Tapi aku senang bisa dapat ekstasi gratis, yang penting kita mau gabung, untuk on. Kalau sudah on kita bisa lupa yang lain, jadi duitnya apes. Aku sih... selalu ingat, bahwa aku berbuat semua ini untuk uang. Jadi untuk on, aku ikut kalau kepingin," katanya.

Ita malam itu kebetulan masih menunggu temannya yang biasa memberinya ekstasi. Sambil mengisap rokok putihnya dalam-dalam, lalu mengepulkan asapnya ke udara. Dia bercerita tentang awal perjalanannya sampai ke dunia bonces, yang tidak diketahui sampai kapan bisa ditinggalkannya. Ketika itu Ita masih di kelas II dan sangat perlu uang. Tidak tahu ke mana lagi mau diminta. Seorang teman menyuruh Ita menemui Tante May di kawasan Jl Mandala By Pass, Medan.

Ita datang dan langsung minta kerja, May paham akan perminaan Ita. May minta Ita berjanji tidak bakal ada tuntutan di belakang hari. May membawa Ita ke Deli Plaza, kenalan dengan seorang tubang. Awalnya Ita ngeri melihat orangnya, ternyata dia baik hati.

Ita selalu memberi advis baik kepada calon pembeli, seperti lebih dulu menghidupkan korek api bila calonnya ingin merokok. Merapatkan duduk dengan menempelkan payudara di lengan si pria. Sesekali Ita mencium leher tepat di bawah telinga teman duduknya, atau meletakkan lengannya di paha. Tapi ada juga pria yang cukup dengan kerdipan mata, dan tatapan manja. Ita juga mengaku, tak semua pira gampang digoda. Satu kali Ita pernah kena batunya, letih menggoda, pria itu tetap tegar.

"Orangnya ganteng, perlente, dan tebal kocek. Tak satu pun onces yang berusaha merayunya berhasil, semua gagal. Akhirnya kalau pria itu ke Ari King-King kita hanya memandang dari jauh. Tapi pria itu juga mau memberikan kita uang, karena sudah menemaninya. Lumayan juga, untuk ongkos taksi," katanya

Ita mengaku, tujuannya memang uang dan kemewahan, tapi tetap ingin sekolah. Minimal tamat SMU, buat bekal, suatu ketika sudah tak berada di dunia onces lagi.

Ita sudah pernah aborsi. Tapi hamilnya baru satu bulan, biayanya waktu itu Rp 1,5 juta. Istirahat dua minggu, lalu bekerja lagi. Tapi Ita tetap sekolah, hanya tiga hari permisi, alasan sakit. Kepada orang tuanya, Ita beralasan mens datangnya tersendat, jadi terlalu sakit. Ibunya malah membuatkan jamu agar haidnya lancar.

"Itu adalah pengalaman yang tidak bisa saya lupakan. Untuk menjaga agar tidak hamil saya lakukan dengan suntikan. Sampai sekarang masih aman," katanya.

Perasaan Takut Memang Selalu Ada

CICI, 15 tahun, seorang pelajar SLTP swasta kelas III yang kost di kawasan Jl Gatot Subroto, Medan, awalnya terjun ke dunia pelacuran karena kehabisan uang, sementara kiriman dari orang tuanya di Tanah Karo sudah habis untuk berfoya-foya.

Untuk menghilangkan suntuk, suatu hari Cici nongkrong di Olympia Plaza, Medan. Tak sadar ada seseorang berdiri di sisi Cici ketika ia sedang asyik melihat-lihat satu blus bagus dan mahal. ''Cantik ya... mau?'' kata orang itu, Cici senyum. Pria itu menyuruh Cici mengambilnya, sambil membujuk. Cici pun mengambil pakaian itu. Lalu berkenalan dan mereka makan.

Setelah itu Cici di bawa ke kota dingin, Brastagi. Satu malam Cici bersama pria perlente dan ganteng itu. Setelah malam pertama Cici menangis karena takut hamil dan rasa sakit ketika pipis. Dia membujuk sambil memberi Cici uang, untuk membeli obat antihamil dan krem olesan supaya tidak perih. Jumlahnya, lumayan Rp 300.000. Kesulitan Cici pun teratasi.

Perasaan takut memang selalu ada, tapi karena 'lukanya' sudah sembuh, Cici jadi ketagihan. Terus sering mangkal di plaza itu, berganti-ganti pasangan siapa saja yang mengajak. Sejak itu Cici tidak peduli lagi, kapan pun kiriman orang tuanya datang.

Kalau tidak di plaza, Cici mangkal di Copa Cobana. Di tempat itu Cici tidak perlu jauh-jauh kalau ada yang minta, sebab sudah tersedia kamar berikut segala makanan yang ingin dipesan. Dengan musiknya juga enak di tempat itu.

Di Copa, memang onces-nya hampir seluruhnya sebaya Cici. Di tempat ini tak semua bisa diajak ngamar. Ada yang hanya untuk peci-peci saja. Artinya sebatas peluk cium. Umumnya tamu yang datang ke Copa Tubang yang sudah pantas dipanggil eyang oleh onces. Banyak yang berbadan gemuk, minta diladeni semuanya. Kata Tia, teman Cici yang spesialis peci.

Tia memang perlu penampilan dan gaya, meskipun orang tuanya tergolong menengah. Tapi karena Tia ingin yang lebih, lalu mencari jalan sendiri. Tia mengaku sudah tiga bulan di Copa, dan bisa mejeng, dan bisa beli apa saja. Kalau omnya baik, uang tipnya lumayan, Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Kalau ada yang mengajak, Tia selalu berterus terang, masih ingin sekolah, dan selalu mengingatkan si om akan anaknya yang sebaya dengannya. Karena Tia ingin cari biaya seolah. Biasanya om itu kasihan melihat Tia.

Tia penampilannya selalu dengan rok mini, dengan pakaian dalam di lapisan celana short ketat yang sulit dibuka. Dan tidak bisa di-obok-obok. Tapi untuk pinggang ke atas, memang Tia mempersilakannya. Tia merasa senang, pulang sekolah ke Copa, banyak teman. Orang tua mengiranya tetap les bahasa Inggris. "Memang saya tetap hapal, bila ditanya ayah, tetap bisa menjawab," katanya.

Jadwal les yang lima kali seminggu, paling satu atau dua kali diikuti. Kadang dalam seminggu sama sekali tidak masuk, tergantung selera. Tapi ke Copa, Tia jarang berseragam sekolah karena pernah dilarang, dulu temannya pernah kena razia dengan seragam itu.

Cici dan Tia memang berteman setelah kenal di Copa. Cici kost bersama 12 orang di satu rumah. Ibu kostnya tidak pernah curiga karena sebelumnya Cici memang sering ke luar rumah untuk les, atau kerja kelompok. Karena teman kelompoknya juga sering ke tempat Cici dan ada yang bermalam. Tapi teman-temannya ada yang mulai usil melihat penampilan Cici yang terus-menerus ganti baju mahal. Untuk menyumbat mulut rekannya, Cici tak segan meminjamkan baju, sepatu, tas atau sandal, bagi teman kostnya yang ingin gaya. Ada juga yang tahu kalau Cici anak orang kaya di kampungnya.

Pengalaman Yuni, 16 kelas II SMU swasta dan kelompoknya yang berlima lain lagi. Mereka mangkal di kafe tenda depan Stadion Teladan Medan. dari tempat itu mereka biasa dijemput mobil. Dan kalau Yuni dan rekan belum tiba, pemilik kafe yang masih bujangan itu selalu memberi penjelasan kepada si penjemput. Ataupun meneelpon Yuni lewat telepon umum. Yuni dan rekan tampil masih dalam seragam sekolah.

Mereka biasa ganti pakaian di toko atau plaza, setlah dibelikan si om, atau ada juga pria-pria muda. Tapi mereka lebih senang dengan om karena duitnya diobral, "kita bebas mau makan apa saja," katanya.

Yuni selalu mengenakan tas besar, baju dan sepatu masuk di dalamnya. Sebelum pukul 19.00, Yuni sudah harus pulang. Karena jam itu adalah waktunya pulang les. Yuni selalu berganti baju di mobil. Dan menyimpan pakaian barunya ke dalam tasnya. Bila orang tua bertanya, asal baju tersebut Yuni menjawab ringan, ''Beli di Monza, hanya Rp 5.000 pakai uang jajan."

Di Medan memang dikenal, Monza (Mongonsidi Plaza), tempat berdagang pakaian bekas impor. Di sini banyak pakaian berkualitas tinggi kalau rajin memilih harganya murah, karena bekas. Yuni selalu membuat pakaian baru itu lecek, (kumal) dan menyimpan mereknya. Bila sudah dicuci dua atau tiga kali, dipasang kembali. Tak da yang tahu, kalau yang tahu kalau Yuni sudah punya gaun mahal.

Uang bagi Yuni nomor dua, yang penting punya barang-barang mahal, minimal buat koleksi.

Sementara Rose, 19, mahasiswi salah satu PTS di Medan lain lagi ceritanya, keluarganya cukup terpandang dalam bidang ekonomi, tapi Rose suka pesta seks dengan sabu-sabunya. Sekarang Rose lagi istirahat karena sakit. Ia mengaku kena sakit kelamin dan kecanduan narkoba. Rose dengan kelompoknya sering ke Fire Diskotek Thamrin Plaza, kalau mau, mereka cari hotel mewah. Sampai delapan orang satu kamar. Setelah masing-masing puas, mereka pulang esok paginya.

Uang, mobil, pakaian, bagi Rose tidak masalah, tapi Rose ingin bebas, mencari kenikmatan tanpa ikatan. Hampir semua hotel berbintang, sudah dijelajahi Rose dan kelompoknya delapan orang. Mobil mereka dari mulai Daihatsu Rocky, sampai Suzuki Vitara, dan Mercy.

Tapi mereka gandrung ekstasi. Yang dicari Rose gadis berkulit kuning langsat dengan rambut dicat pirang sebatas pinggang itu, semata hanya kepuasan dan kebebasan.

Tempat mangkalnya di mana saja yang mereka senangi, sering juga di kafe tenda, sebab semua mereka menggunakan HP dan pager, mudah dihubungi. Mereka kelompok kelas tinggi.

Kalau Rose naksir cowok teman sekampusnya, kelompok ini berupaya menjebaknya agar ikut bersama mereka. Biasanya Rose dibantu rekan-rekannya dan sering kali berhasil. Biasanya kalau ingin tukar pasangan selalu sama-sama. Bagi pasangan baru, tidak akan bisa lepas sebelum mereka betul-betul puas.

TAMAT

NB. Hi guys itulah sekelumit daripengalaman teman2 gue, ABG Bispak di kota kota lain, akalu mau ada yang sharing silahkan tulis email loe di tag board nanti gue hubungin... OK...

Menelusuri Pelacuran ABG di Bandung, Jawa Barat

BANDUNG JAWA BARAT

'Kang, Bagaimana kalau Kita ke Atas'

MASIH mengenakan pakaian seragam sekolah putih abu-abu, Lusi berdiri di dekat lampu pengatur lalu lintas di Jl Asia Afrika, Bandung. Ia akan segera mendekat bila ada di antara antrean mobil yang membunyikan klakson atau memberi isyarat dengan lampu.

Seperti sudah biasa, ia menarik pembuka pintu dan duduk di samping pengemudi, "Mau diajak ke mana, Kang," katanya. Itu adalah kalimat pembuka setiap dia masuk ke dalam mobil. Tanpa menunggu jawaban, ia akan menyambung, "Ke plaza dulu ya."

Di salah satu pusat pertokoan yang berada di alun-alun, Lusi langsung menyelinap ke counter pakaian wanita. Ia mengambil sebuah T-shirt. Setelah itu, dia mengatakan, "Bagaimana kalau kita ke atas." Maksudnya ia mengajak ke daerah Lembang.

Lusi menceritakan, ia sudah biasa berkencan di Lembang, "Di sana banyak hotel. Lagi pula lebih aman, nggak ada yang lihat," katanya. Ia menyebut sejumlah hotel di Lembang. Antara lain Gumilang Sari, Panorama, Putri Gunung, Telaga Sari, Pondok Kahuripan, Lebak Gunung, dan Juvante.

Lusi seperti sudah terbiasa ke sejumlah hotel itu. Dia bercerita, kalau tamu dari luar kota, biasanya membawanya ke sebuah hotel yang lokasinya agak tersembunyi di kaki gunung, "Tapi pukul 10 malam, saya sudah minta diantar pulang," katanya.

Di hotel mana pun dia berkencan, tidak pernah menginap karena takut dicurigai orang tuanya. Bila terlambat pulang, ia selalu beralasan pergi main ke rumah temannya. Dan orang tuanya percaya.

Lusi, siswa sebuah SLTA cukup ternama di Kota Bandung itu, mengaku tidak setiap hari mencari 'mangsa'. "Kalau lagi iseng saja," katanya. Dia memasang tarif Rp 200 ribu untuk sekali kencan.

Lain lagi cerita Yanti. Mahasiswa semester pertama sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung. Ia biasa berkeliaran di Cihampelas, "Sambil jalan-jalan lihat pakaian, biasanya ada yang ngajak," kata gadis hitam manis itu.

Ia sebetulnya ada dalam 'jaringan' wanita terorganisasi di Bandung. Bila ada yang membutuhkan, dia biasa dihubungi oleh teman prianya yang mempunyai hubungan dengan karyawan sebuah hotel, "Saya biasa menemani tamu hotel yang rapat," katanya.

Gadis asal Tasikmalaya itu, biasanya di-booking ke hotel terkenal di Lembang, "Melayani para bos," katanya. Yanti memasang tarif juga Rp 200 ribu. Tapi bila melayani orang rapat, sering kali mendapat tips yang cukup besar.

Yanti terjun ke dunia prostitusi ketika masih kelas dua SLTA di Bandung. Ia tergoda oleh ajakan teman-temannya, "Mereka sering memperlihatkan uang bergupel-gumpel. Pakaiannya juga bagus-bagus," katanya.

Pertama kali Yanti ikut 'mejeng' bersama temannya di sekitar alun-alun. Ketika itu dia memperhatikan betul gaya temannya memancing perhatian pria. Dia pun mencoba-coba dan tergaet seorang pria dari Jakarta yang usianya sekitar 35 tahun.

"Itu pertama kali saya dibawa ke hotel. Rasanya takut juga sih. Tapi karena pria itu ganteng, saya jadi suka," katanya. Saat itu ia memang sudah tidak perawan lagi, karena sudah berkali-kali berhubungan dengan pacarnya.

Dengan pria yang pertama kali membawanya ke hotel itu, ia sempat menjalin asmara selama beberapa bulan. Setiap pria tersebut datang ke Bandung, selalu mengontak Yanti untuk menemaninya. Tapi lama-lama ia jarang muncul bahkan tidak pernah muncul sama sekali, "Sudah tidak pernah lagi jumpa dia," ujarnya.

Yanti tidak sendiri mencari 'mangsa' di Cihampelas. Di pasar jins terkenal di Bandung itu, menurut Yanti terdapat sejumlah ABG yang pura-pura belanja. Ciri-cirinya tidak terlalu sulit dikenali, biasanya mereka keluar masuk toko tanpa membeli apa pun, dan suka berlama-lama melihat pakaian bila ada pria yang diincar.

Para ABG di Cihampelas itu, oleh tamu biasanya dibawa ke hotel yang membuka short time, seperti Pondok Kahuripan, Lebak Gunung, dan Juvante. Juga sejumlah penginapan yang berada sepanjang Jl Pasir Kaliki sampai Lembang.

Di Bandung ada juga gadis ABG yang berkeliaran di diskotek. Mereka bisa dijumpai pasang aksi di Jl Braga. Kepada pria yang mendekatinya, langsung diajak ke diskotek.

"Sebutir dua butir juga jadi," kata Rina. Maksudnya ia bersedia diajak melakukan apa pun bila diberikan ekstasi.

Bila diberikan pil yang satu itu, pelajar kelas tiga SLTA itu, tidak pernah memilih-milih pria yang mengajaknya berkencan, "Tempat chek in banyak di sini," katanya.

Di tempat-tempat terbuka alias umum, tanpa rasa canggung dan malu, biasa dijumpai wanita yang 'menjajakan' diri.

"Hai, mau ke mana? Mau ngamar nggak?" begitu pertanyaan yang meluncur dari mulut-mulut bergincu merah bak tanpa perasaan berdosa. Pelacur yang bergaya vulgar macam begitu bisa ditemui di Alun-alun Bandung dan sekitarnya, meliputi Jalan Asia Afrika, Dewi Sartika, Dalem Kaum, Sudirman, Otto Iskandinata, Banceuy, dan ABC.

Tak sedikit di antara mereka yang tergolong ABG alias anak baru gede. Hanya saja kawasan pusat kota ini lebih banyak 'dikuasai' perempuan dewasa yang juga mengaku ABG. "Cari ABG? ABG yang mana? Atas Bawah Gondrong?" kata wanita yang mengaku bernama Ani diiringi cekikikan.

Di Bandung, trennya memang para ABG 'asli' lebih banyak mejeng di pusat-pusat perbelanjaan seperti Bandung Indah Plaza (BIP) di Jalan Merdeka, dekat Balai Kota. Atau di Jalan Juanda atau Dago, terutama di sekitar pasar swalayan Superindo dan Plaza Dago.

Sedangkan yang tergolong masih dekat dengan Alun-alun Bandung, para ABG banyak bergerombol di King Shopping Center Jalan Kepatihan dan Diskotek LA di Jalan Asia Afrika.

Sudah menjadi rahasia umum kalau para ABG itu 'bisa dipakai' siapa saja. Berbeda dengan para senior mereka, para ABG ini kebanyakan tidak menawarkan diri dan menolak cara-cara vulgar. Bahkan umumnya langsung menolak kalau diajak secara langsung untuk transaksi seks.

"Sorry, kita bukan perempuan begituan," begitulah jawabannya kalau ada pria yang, menurut ukuran mereka, nggak tahu 'sopan santun'.

'Jalan-jalan, 'Beliin' Baju, Oke'

MEREKA sangat membenci pria yang tidak mengenal sopan santun. Seperti yang dituturkan Yuni, yang mengaku masih sekolah di SLTP, "Sebel deh sama cowok kayak gitu. Padahal kalau dia bisa baik-baikin kita, kalau udah waktunya, ntar juga dikasih."

Memang para ABG Bandung umumnya tidak mau disebut pelacur. "Kan kita nggak dibayar dan kalaupun saya mau ngelakuin begituan, kan bukan karena bayarannya tetapi memang karena saya suka," jelas Yuni yang mengungkapkan dirinya dan umumnya teman-teman nongkrongnya, berasal dari keluarga yang kurang harmonis.

"Kalau dia ngajak kita jalan-jalan, lalu jajan, lalu beliin baju, atau ngasih hadiah apa gitu, ya oke. Itu kan karena dia mampu," tegas Yuni. "Nggak pake begituan juga, kalau saya suka, dia nunjukin perhatian, orangnya enakan, saya kasih juga."

Para ABG yang biasa hidup dalam pergaulan bebas tanpa batas ini umumnya merasa kesepian karena kurang perhatian keluarga. Umumnya juga bukan dari keluarga dengan latar belakang ekonomi pas-pasan. "Mami sama Papi pada sibuk semua," kata remaja sebuah SMU yang mengaku bernama Lia. "Kita sih nggak mau banyak mikir. Pokoknya kalau masih bisa hidup senang-senang begini, ya kita lakuin," katanya soal 'pelariannya' ini.

Meskipun umumnya tidak mau disebut pelacur karena mengaku tidak pernah pasang tarif, tetapi pada prakteknya banyak lelaki hidung belang yang kena batunya. Paling tidak itulah pengakuan Iis, mengaku siswi SMU BPI, ketika menceritakan pernah ngerjain om-om yang mendekati dirinya.

"Sesudah dapat traktiran makan dan minum, Iis mengajak dia masuk ke Yogya (Departement store BIP). Dia mau saja dan membayar setelan baju yang lumayan mahal. Kira-kira bajunya ama bawahan (rok) aja, Rp 300 ribu," jelas Iis. Dan Iis tentu saja pada malam Minggu itu harus mau melayani hasrat om itu di hotel sampai pagi. "Mama Papa nggak tahu kalau Iis udah biasa hubungan suami istri. Dan kalau kita pulang pagi, Mama Papa pikir kita cuma ke disko aja," kata Iis.

Bayaran Rp 300 ribu itu buat Iis memang bukan harga mati. Karena menurut dia pernah juga ada yang 'kebagian jatah' meskipun cuma mentraktir makan dan minum saja. "Pernah habis tripping, terus pas mau pulang pukul dua pagi, pas nunggu taksi disamperin cowok. Katanya, mau bareng nggak? Ya mau aja," kisah Iis.

"Lantas dia mengajak makan. Habis itu dia bilang cari hotel yuk. Berhubung saya juga lagi kepengen, ya udah jadi saja," kata Iis yang mengaku tidak pernah minta bayaran. "Cowok itu nggak bayar saya, cuma nganterin pulang pakai taksi," lanjutnya.

Buat Iis dan beberapa temannya, 'aturan main' yang seperti itu menunjukkan komitmen mereka untuk benar-benar tidak mau disebut pelacur. Meskipun sudah berusaha menunjukkan perbedaan dan posisi sekuat itu tetap saja masyarakat dan termasuk juga para 'pemakai jasa' mereka menganggap para ABG itu sebagai perempuan sewaan alias pelacur. Bahkan boleh dibilang pelacur gres dengan tarif murah.

Di kalangan lelaki hidung belang umumnya tersebar cerita bahwa dengan cuma punya uang Rp 30 ribu rupiah di kantong, para pria iseng bisa menikmati layanan seks kelas satu yang 'dingin-dingin empuk'. Dan mengenai murahnya tarif pelacur ABG itu diakui juga oleh Dian yang ditemui saat mejeng di Jalan Juanda.

"Gampang, kok Mas, asal bisa ngajak ngobrol mereka, ya sambil nraktir dong, kalau Mas mau mereka juga mau kok," kata Dian menunjuk ke arah teman-teman seusianya yang tengah bercengkerama di depan Swalayan Superindo. "Yang penting, sama-sama suka," tegasnya.

Berdasarkan cerita Dian, para lelaki hidung belang paling-paling harus menambah biaya sewa kamar hotel kelas melati. Hotel-hotel di kawasan Jalan Setiabudi dan Jalan Raya Lembang umumnya diketahui memberikan layanan atau tarif khusus kepada pasangan bukan suami istri ini. Misalnya, Hotel Giri Elok dan Gumilang Sari.

"Kalau di Jalan Dago, kita bisa pakai Hotel Buah Dua," jelas Dian yang tahun ini baru lulus SMU. Menurut Dian, tarif short time hotel-hotel itu umumnya sekitar Rp 35.000.

Dian juga mengatakan umumnya para ABG ini senang dengan pria yang bergaya dan mudah bergaul. "Makanya kalau mau ketaksir sama mereka, pakaian, gaya rambut, parfum, ya harus trendi, kayak mereka gitu," jelas Dian yang mengaku mulai kenal gaya hidup seks bebas itu sejak masuk di kelas I SMU, dua tahun silam.

Cerita Dian soal 'tradisi' ABG 'bebas' ini tak sepenuhnya benar. Paling tidak ada kontroversi dengan pengakuan Nola, murid sebuah SMU di Dago. "Saya cuma mau kencan sama pria yang keren dan berselera tinggi," katanya.

Serupa dengan Dian, Nola memang tak mempermasalahkan tarif kencan, bahkan bisa gratis. "Yang penting mau nraktir di restoran yang kelasnya oke, terus mau beliin baju dan yang pasti punya mobil yang asyik buat jalan-jalan," kata Nola yang ceplas-ceplos ini.

Lantas Nola mengakui bahwa untuk menyenangkan dirinya itu tidak jarang seorang lelaki harus mengeluarkan dari koceknya Rp 300 ribu - Rp 500 ribu. "Heran juga, kok mereka nggak keberatan, padahal kalau mau murah juga banyak," kata Nola yang semampai dengan kulit putih mulus ini.

Para ABG yang dapat 'dipakai' ini umumnya mudah dikenali dengan dandanan mereka yang ngetrend dengan baju pendek sehingga kelihatan pinggang dan pusarnya, atau menggunakan rok mini yang modis. Meskipun sama-sama seksi, biasanya sangat berbeda dengan pelacur senior dari cara merias wajah.

Para ABG biasanya tidak tampil terlalu menor atau make up kelewatan tebal. Mereka masih dengan gaya muda ceria. Selain itu para ABG lebih pintar memantas-mantas diri sesuai dengan mode yang lagi in.

Perbedaan lainnya, mereka pun tidak pernah menawar-nawarkan diri, entah karena memiliki kepercayaan diri yang tinggi alias pe-de, karena umumnya memang cantik alamiah, atau karena memang itu 'kiat' pemasarannya. Yang pasti, para ABG ini biasa bergerombol dan asyik dengan dunia mereka sendiri, sampai ada yang mengajak berkenalan dan berkencan. Saat itulah mereka menjadi sama dengan umumnya wanita bayaran.

Meskipun tarif mereka sering lebih murah, para ABG 'pemuas nafsu' ini lebih nyaman berpraktek ketimbang para senior yang lebih 'profesional'. Para ABG hampir tidak pernah dirazia polisi. Mungkin karena mereka tampak seperti anak-anak kemarin sore yang terkesan masih ceria bermain di pusat keramaian Kota Kembang.

bersambung....

Menelusuri Pelacuran ABG di Pekanbaru, Riau Daratan

PEKANBARU SUMATRA

Mendongkrak Tarif dengan 'Handphone'

GELAK tawa Sari berderai sembari menempelkan telepon genggamnya di kuping sebelah kanan. Gadis ABG berusia 17 tahun dan memiliki body tinggi langsing itu terus berkomunikasi dengan sekali-sekali matanya menggoda pria yang melewatinya di lantai V Senapelan Plaza, Pekanbaru.

Sari yang tidak tamat SMU itu mengaku ketagihan dengan pil gila 'inex'. Karena itu tidak jarang dia mau saja diajak ke mana saja jika ada yang mau memberikan sebutir. ''Harganya mahal, saya nggak tahan jika sehari saja nggak nekan (triping-red),'' kata remaja berlesung pipit itu sambil terus memencet sejumlah angka di handphone-nya.

Menurut Sari, dirinya terjerembab di dunia sesat itu baru satu tahun. Akibat pergaulan bebas, sekolahnya pun menjadi korban. Semula dia termasuk anak yang pendiam, baik itu di rumah maupun di sekolah. Tapi setelah mulai mengenal cinta dengan seorang mahasiswa, dia sering diajak ke diskotek. Mulailah dirinya mengenal apa itu house music serta pil setan.

Malang baginya, karena ketagihan pil inex, tubuhnya mau saja diobok-obok oleh sang pacar. ''Saat itu semuanya telah saya serahkan kepada dia. Tapi setelah dia puas malah dia menggandeng cewek lain di depan mata saya sendiri,'' sungut ABG yang mengaku pernah berjilbab saat masih sekolah.

Entah pelarian atau ketagihan namanya, Sari bertambah larut dengan berbagai jenis obat yang diakuinya bisa menghilangkan semua masalahnya. Sementara untuk terus melanjutkan sekolah dirinya merasa tidak mood lagi. ''Tapi di sini yang mangkal di plaza banyak juga anak sekolah, malah ada yang masih SMP,'' ujar Sari.

Dengan wajah tertunduk Sari mengakui jika ditanya soal tarif bisa mencapai Rp 250 ribu hingga 300 ribu. ''Lumayanlah bisa untuk bayar rekening handphone dan beli inex,'' ujar cewek hitam manis yang mengaku tinggal di kawasan Pintu Angin, Jalan Sultan Syarif Qasyim.

Malah gadis yang pernah bercita-cita menjadi peragawati ini mengakui dengan menggenggam handphone bisa menaikkan tarif karena terasa lebih percaya diri dan terkesan kelas tinggi dalam menggaet pria berduit.

Diakuinya, tarif itu tidak mutlak. Ada juga pria yang disukainya, tanpa tarif dia langsung ke hotel. ''Saya punya pacar lagi Mas, dia sering membagi pil. Untuk satu pil saja saya mau diajak ke mana saja,'' katanya. Hebatnya, pacar Sari tidak pernah cemburu, di saat Sari di-booking salah seorang pria. Bahkan Andi, pacar Sari, siap mencarikan mangsa untuk Sari.

''Saya kurang suka dengan anak sekolah, karena banyak yang kere. Saya suka laki-laki yang agak mapan. Itu bisa terlihat dari penampilannya. Apalagi di kota ini banyak pengusaha yang berhasil,'' ujar Sari yang baru setahun mengenali dunia semipelacuran ini.

Tarif ABG yang lebih dikenal dengan istilah 'lontong' di Pekanbaru memang tergolong mahal. Untuk mendapatkan 'daun muda' itu bisa merogoh kocek minimal Rp 500 ribu. Tapi jika sudah berlangganan, terkadang bisa saja dengan sebutir inex dapat pelayanan gratis di penginapan.

Bisnis esek-esek para ABG ini sangat kentara di pusat pertokoan, seperti Matahari Plaza dan Senapelan Plaza. Apalagi Diskotek Orion, Senapelan Plaza di Jalan Teuku Umar buka siang pada Sabtu, dan Minggu.

Fenomena keberadaan ABG di pusat pertokoan sudah menjadi rahasia umum. Seperti di pusat pertokoan Matahari Plaza, Jl Pepaya, dengan berpakaian sedikit mencolok dan bergerombol mereka 'mejeng' seperti sedang menunggu seseorang.

Pada umumnya alasan mereka lebih menyukai plaza sebagai tempat mangkal antara lain dengan gampang ngajak shopping bila ada bos-bos yang ingin mem-booking.

Pada Sabtu dan Minggu mereka bergerombol mejeng di setiap lantai di Matahari Plaza. Dari cara berpakaian jelas kentara, antara lain T-shirt serta celana jins ketat hingga menampakkan perut dan sepatu berhak tinggi sambil menggenggam handphone.

Hari Sabtu, pemandangan di lantai V di Senapelan lebih hidup, karena ABG berkeliaran menunggu tawaran untuk naik ke atas (diskotek).

''Pada umumnya para ABG yang berkeliaran menunggu tawaran masuk ke diskotek adalah ABG kurang mampu. Mereka mau saja diraba-raba, asal ada yang mengajak naik ke atas,'' ujar Yudhi, salah seorang makelar ABG di lokasi tersebut. Tapi ABG yang nongkrong di plaza-plaza biasanya sudah memiliki langganan tetap.

ABG itu, lanjut Yudhi, sesampai di dalam diskotek akan melepaskan diri dari pembawanya. "Biasanya, para ABG seperti itu, lebih suka nongkrong di diskotek daripada diajak keluar. Jika ingin mengajak keluar, tunggu hingga dia 'on','' bisik pria yang mengaku hidup dari kelincahan menawarkan ABG.

Yudhi juga mengatakan bahwa tidak semua ABG yang mangkal mengintai mangsa dengan lagak sedikit mencuri perhatian. Ada juga sambil bermain video game.

Mereka dengan tertawa lepas bermain seperti anak-anak lainnya. ''Tapi itu sudah pasti ABG yang memiliki langganan, jadi nggak perlu lagi mencari,'' kata Yudhi.

Irna, salah seorang ABG yang masih duduk di bangku kelas II salah satu SMU swasta di Pekanbaru. Dia paling suka berjingkrak-jingkrak di tengah ingar-bingar musik diskotek. Karena itu setiap Sabtu, sepulang sekolah, Irna dan teman-temannya yang membawa pakaian ganti di tasnya langsung menuju Orion House Music di Senapelan Plaza.

Mereka tak mau disamakan dengan para 'lontong' yang siap melayani di penginapan ataupun hotel. Tetapi jika mereka mendapatkan pasangan yang membuat 'syur' di lantai diskotek, mereka rela diraba-raba, tapi dengan imbalan cukup setengah butir inex.

''Jangan samakan kami dengan lontong-lontong itu, kami tetap menjaga yang satu itu. Kalau hamil, bisa berabe hidup saya,'' cetus Irna, sambil menggoyang-goyang kepalanya.

Berbeda dengan Irna, rekannya Yuyun, 17, malah dengan menantang dirinya pernah di-booking laki-laki. Dengan alasan belajar bersama di rumah teman, Yuyun ternyata belajar di arena diskotek sambil 'triping'. ''Tapi yang mem-booking harus melalui seleksi, saya nggak mau yang gaek (tua). Pokoknya senang sama senang, saya nggak mikiran soal tarif, yang penting ada inex, gampanglah itu,'' ujar Yuyun.

Yuyun berterus terang bahwa dirinya kecandungan obat terlarang melalui salah seorang temannya. Sedangkan keperawanannya memang sudah amblas saat duduk di bangku kelas III SMP. Karena itu dia tidak lagi berpikir panjang untuk terjun ke bisnis esek-esek. ''Tapi saya bukan mencari uang, yang penting happy,'' tutur ABG yang mengaku asli Riau.

bersambung...

Friday, May 14, 2004

My Real story.....

My Dearest diary,


gue mau curhat... nih...hari ini gue suntuk banget loh.... gue tuch pengennya jadi wanita baik-baik, tapi gimana ya.. gue dah terlanjur salah jalan, akhirnya jadi cewek bispak seperti
sekarang ini. Awalnya gue dan keluarga gue sih fine-fine aja, gue anak kedua dari 4 bersodara. Abang gue sudah married dan pisah dari rumah, di kontrak rumah di dekat rumah mertuanya, dan adik gue dua orang lak-laki dan perempuan masih di sekolah dasar.

Semua mulai kacau balau pas gue kelas 2 SMU, bokap gue kabur ninggalin keluarga (Nyokap, gue dan adik-adik) karena terpikat cewek lain. Trus sejak itu ekonomi keluarga mulai gonjang-ganjing.....

Prestasi gue disekolah lumayan bagus, malah guru-guru nyaranin gue untuk kuliah, tapi biaya dari mana. Akhirnya satu persatu perhiasan Nyokap, dan barang-barang di rumah dijual buat makan. Pas lulus SMU, gue mikir gimana nih caranya gue bisa kuliah. Biaya gak ada, padahal keinginan gue buat kuliah besar banget.

Di deket rumah ada Mbak Eni yang kontrak di rumah sebelah, sekitar 25 taonanlah umurnya, dia cantik dan bajunya selalu bagus-bagus, parfumnya mahal2 belum lagi kemana-mana di jemput pake mobil dan selalu pake HP model terbaru.

Tadinya gue ngobrol biasa aja sih sama dia, trus begitu tau gue udah lulus SMU dia tanya gue mau kerja apa kuliah. Gue jawab, maunya sih kuliah, tapi gak punya biaya. Trus Mbak Eni, nawarin jalan keluar buat gue.... yang tadinya gak pernah kepikiran sebelumnya...

Sebelum gua kasih tau tawaran Mbak Eni ke gue, ada baiknya gue ceritain sedikit latar belakang mbak Eni. Ternyata di adalah selah satu simpanan pejabat tinggi di Jkt ini. Pantes aja dia terjamin bgt hidupnya padahal gak pernah kerja apa-apa
hobinya ke salon dan belanja melulu.... Kalo pejabat itu gak datang-datang dia juga 'nyambi' jadi high class call girl buat para hidung belang berkantung tebal.


Balik lagi, ke tawaran Mbak Eni, pertama gue denger serasa disambar petir saking kagetnya. Mbak Eni nawarin gue untuk ngejual keperawanan gue sama salah satu pejabat penting yang dia kenal, gak tanggung2 'virginty' gue dihargai Rp. 10 juta.
Reaksi pertama gue spontan menolak, tapi mbak Eni dengan sabar menerangkan ke gue dengan uang segitu gue bisa kuliah, bantu Nyokap dan adik-adik gue....

Gue minta waktu satu malam buat mikirin tawarannya, dan Mbak Eni setuju untuk nunggu jawaban gue besoknya. "Tolong ya, besok bener ya jawabnya, karena kalo nggak nanti gue tawarin ke gadis yang lain nih" kata Mbak Eni saat kita berpisah
Untuk ukuran lulusan SMU,badan gue sih emang cukup sintal, dengan Bra 34C, dan kulit kuning langsat datambah rambutku yang sebahu... cukup untul membuat cowok cowok memandangku dgn penuh nafsu. Apalagi kata orang wajahku mirip pemain sinetron Cut Keke, cuma beda nasib azza....


Akhirnya keesokan harinya kutemui Mbak Eni, dan kusampaikan kesediaanku untuk menjual keperawananku pada Bapak pejabat kenalan Mbak Eni. Akhirnya kita janjian dan sebelum 'transaksi' berlangsung gue diajak shopping dan di beliin baju yang
mahal plus makan di restoran mewah. Padahal sedikitpun gue gak bisa ngerasain semua itu, yang kepikiran cuma gua kudu bisa bantu Nyokap dan adik2 gue plus biaya kuliah gue....

Si Bapak itu berumur 55 an dan gendut banget, gue sih cuma bisa memejamkan mata aja pas berhubungan badan, dan terenggutlah keperawananku dengan orang yang todak kucintai. "Pak, kamu boleh dapat badanku tapi tidak cintaku" ucapku dalam hati.

Singkat cerita, dari uang tersebut ku tabung dan sebagian kupakai untuk kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas swasta di Jakarta. Keperluan keluarga juga aku yang nanggung. Nyokapku masih belum tahu aku dapat uang segitu banyak darimana, sebab aku bilang aku punya pacara anak orang kaya dan dia biayaain semua
keperluanku.

Begitulah awal mulanya aku jadi cewek bispak seperti sekarang.....
mungkinkan akan ada seseorang yang akan mengeluarkan ku dari lingkaran setan ini... mungkin hanya Tuhan yang tau......



Thursday, May 13, 2004

Find and See me, you can do everything you like....

Dear Honey, Sexy man ....

If you lucky you can see me at :

(1) BC Bar
Gedung Sarinah Podium Lantai 2, Jakarta
Phone : (62-21) 2306040 Fax : (62-21) 2306041
Opening hours : Rabu, Jumat dan Sabtu, 21.00 – 03.00 WIB

Setiap Rabu malam, Madness Wedness yang bisa menghilangkan kebosanan anda di tengah minggu dan kalau anda beruntung,
mungkin anda bisa mengikuti program blasting tequila, beli 1 gratis 1 untuk tequila

(2) Embassy (di samping Front Row Sport Grill )
Taman Ria Senayan east end building unit 704,Jl.Gatot Subroto,
Jakarta Selatan
Phone : (+62-21) 5742047 Fax : (+62-21) 5703705

Ladies Night dengan free entry dan free drink pada jam 21.00-24.00 WIB

(3) Mata Bar & Cafe
Wisma Metropolitan II Lt. 16, Jl Jend Sudirman Kav.31,
Jakarta Selatan
Phone : (62-21) 5710064 Fax : (62-21) 5710085
Passport to Freedom : Free entry for ladies all nite long.
free unlimeted drink from our bar for ladies from 10:30 - 21:00 pm.

Favorite drink:
Strawberry Eyes - strawberries, banana (ripe) orange
juice, colada mix, Blue Eyes vodka, blue curacao, sweet and sour
mix top with sprite dan Mata Rising, campuran white rum, gin,
vodka, triple sec dan pinneaple juice

Tuesday, May 11, 2004

Menelusuri Pelacuran ABG di Lampung, Sumatra

LAMPUNG SUMATERA

"Oo, saya sering diajak pejabat," kata Susan. Gadis berusia 16 tahun asal Kotabumi Sari, Lampung itu bercerita, sejumlah pejabat dari Jakarta atau pejabat setempat mengajaknya masuk kamar hotel.

Siswa salah satu SLTA di Lampung itu, tidak terlalu susah dicari. Ia bisa dihubungi melalui perantara. Gadis manis berkulit putih itu, mengaku selalu mencatat siapa saja yang berhubungan dengannya.

"Nama dan nomor teleponnya saya catat. Semuanya saya simpan baik-baik. Mungkin suatu waktu saya butuh dia. Mungkin bisa membantu saya mendapatkan pekerjaan, " katanya. Menurutnya dengan membuka catatan itu, Susan bisa mengingat kembali wajah-wajah para pria hidung belang yang pernah bersamanya.

Seperti juga ABG lainnya di Lampung, Susan memasang tarif Rp 100.000 sampai Rp 200.000. "Itu tarif biasa di sini. Untuk pejabat apalah arti uang sebanyak itu," katanya. Para pejabat menurut Susan, tidak sayang uang bisa sudah merasa senang.

"Kalau dia senang, mereka bisa memberikan lebih banyak. Saya pernah sekali main diberi Rp 500 ribu. Biasanya setelah berpisah, saya beri dia nomor handphone saya," ujarnya.

Dengan memberikan nomor itu, Susan kemudian sering dihubungi oleh mereka yang pernah bersamanya, "Jadi saya tidak harus memberikan sebagian penghasilan saya kepada perantara," katanya.

Susan tahu betul cara 'memancing' agar pejabat yang pernah berhubungan dengannya, bisa mengulangnya kembali, "Saya selalu mengatakan jarang berhubungan badan. Juga dengan memujinya bahwa dia pria yang luar biasa," tuturnya.

Karena sudah terbiasa 'menjalin cinta' dengan pejabat, Susan jarang berhubungan dengan orang biasa, "Kalaupun ada, saya pilih mereka yang masih muda. Tapi jarang sekali," katanya. Mereka yang masih muda, biasanya sangat pelit. Tarif yang sudah diberikan sering kali ditawar rendah. Bahkan kadang-kadang merayu mengajak pacaran.

"Bila sudah dilayani, dia minta gratis," ujarnya. Para anak muda menurut Susan, juga sering kali menawarkan obat-obatan untuk mabuk.

Di Bandarlampung terdapat beberapa tempat mangkal para gadis ABG seperti pusat perbelanjaan Tanjungkarang Plaza-Artomoro Jl Kartini, Kafetaria King Super Market Tanjungkarang lantai dasar, Kafe King Supermarket Jl Raden Inten, beberapa diskotek seperti Tower, Swisspub, Santana.

Ayu, 18 tahun, seorang gadis ABG di Casablanca bercerita, ia bisa dibawa tanpa bayar, "Itu kalau saya suka, diajak nonton atau makan juga jadi," katanya.

Tapi kalau yang mengajaknya om-om senang, bandot tua, atau tampang pejabat dia pasang tarif agak tinggi, apalagi sampai nginap beberapa hari. Menurut pengakuan Ayu, asal Palembang ini, dia pernah di-booking pejabat yang menjadi pimpro selama beberapa hari.

"Saya dibayar cukup besar," ujarnya. Karena itu, setiap bertemu 'tamu' Ayu selalu menawarkan diri agar diajak beberapa hari.

"Kalau mereka nginap beberapa hari di Lampung, ya saya juga diajak," ujarnya. Sistem booking beberapa hari, sangat menguntungkan karena tidak perlu lagi mencari mangsa lain. "Juga tidak terlalu capek. Kan tidak setiap malam harus main. Biasanya cuma cium-ciuman atau berangkulan dan menemaninya tidur," ujarnya.

ABG ini juga mengaku punya langganan mulai pejabat PNS, aparat keamanan, mahasiswa, hingga wartawan.

"Mereka semua baik-baik. Uangnya juga lancar. Beberapa dari mereka menjadi pacar saya," katanya. Dengan mempunyai pelanggan seperti itu, Ayu tidak terlalu takut terkena penyakit. "Saya tahu mereka bukan orang sembarangan, pasti jauh dari penyakit," ujarnya.

Menurut Ayu, jika ada bos-bos atau pejabat yang cinta berat sama anak-anak ABG yang cantik, kadang-kadang dipelihara sebagai istri simpanan atau istri gelap.

Mereka dicarikan kontrakan kamar atau disewakan rumah tinggal. Ada di antara mereka yang melahirkan dan punya anak. Namun, umumnya cewek-cewek ABG yang telanjur hamil di luar nikah, biasanya bayinya diserahkan ke pihak rumah sakit atau dijual pada orang yang mau mengurusnya.

Seperti Linda, 17 tahun, misalnya terpaksa drop out dari sekolahnya sebuah SMU swasta, gara-gara dia pacaran kelewat batas lalu hamil dengan pacarnya, memilih pintas terjun ke dunia pelacuran.

Sekarang dia menjadi istri gelap seorang pejabat dari Jakarta, "Bila dia tidak ada, saya main di diskotek, mencari teman kencan. Saya tidak tahu persis dia tahu atau tidak," ujar Linda. Sebagai istri gelap yang tidak pernah dinikahi, dia tidak takut seandainya sang suami meninggalkannya.

Mereka rata-rata anak-anak sekolah dari desa yang merantau ke ibu kota Provinsi Lampung. Sampai saat ini, orang tua Linda belum mengetahui pekerjaan anaknya, "Mereka menyangka saya masih bersekolah," katanya.

Ada juga gadis ABG yang sekolahnya berantakan terpaksa jadi penjaja seks karena kesulitan ekonomi, misalnya orang tuanya terkena PHK. Anak-anak ini juga sengaja disuruh orang tuanya dengan alasan membantu biaya adik-adik yang masih sekolah.

Pelacur ABG di Lampung umumnya tinggal indekos dalam satu rumah yang disewa beberapa orang secara patungan. Umumnya mereka tinggal dekat dengan tempatnya mangkal.

Misalnya kalau sering mangkal di diskotek kawasan Jl Yos Sudarso mereka tinggal di daerah Panjang atau Telukbetung. Kalau mereka mangkal di Tanjungkarang seperti Artomoro dan King Super Market, mereka tinggal sekitar Jl Raden Intan atau Jl RA Kartini atau di kawasan Enggal dan Kelurahan Pelita.

Kalau ABG yang masih sekolah atau kuliah, biasanya mencari mancari mangsa di diskotek cari. Para gadis remaja itu, hampir setiap malam terutama malam minggu memenuhi ruang diskotek di Lampung. Mereka yang nongkrong di diskotek biasanya selalu minta dibelikan ekstasi.

Bahkan ABG-ABG ini juga ada yang menjadi korban obat-obatan terlarang seperti ekstasi, sabu-sabu, atau putaw. Sudah ada beberapa korban yang tewas karena menenggak obat-obatan terlarang melebihi dosis. Misalnya pesta obat terlarang di sebah motel melati Jl Soekarno-Hatta tahun lalu, dua cowok dan satu cewek terkapar dan sekarat, namun jiwanya tertolong setelah berhasil dibawa ke rumah sakit dan dirawat beberapa hari. Kemudian ada seorang anak gadis pelajar tewas di sebuah hotel berbintang setelah menenggak obat terlarang dengan pasangannya.

bersambung....

Menelusuri Pelacuran ABG di Palembang, Sumatra Selatan

PALEMBANG, SUMATRA SELATAN

'Membaca' Sinyal di Jl Merdeka

TENGAH hari, sekitar pukul 12.30, saat bubaran sekolah, sejumlah siswi bergerombol di Jl Merdeka. Di antara mereka ada yang memberi sinyal kepada kendaraan pribadi yang melintas.

Apa isyaratnya? Siswi yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu melemparkan senyuman ke arah kendaraan. Begitu disambut dengan klakson dan berhenti agak jauh, dia akan menghampiri dengan sedikit malu-malu.

Salah satu di antaranya, adalah Fitri. ABG berusia 16 tahun, yang tinggal di kawasan Talang Semut, Palembang itu, bercerita hampir setiap hari menjaring mangsa di tempat tersebut.

"Siapa yang tidak tahu Jl Merdeka, sudah terkenal sekali. Dapat dipastikan hampir semua pria yang melintas di jalan itu pada tengah hari, sedang mencari sesuatu yang bisa diajak," kata siswi kelas II sebuah SMU swasta di Palembang itu.

Menurut pengakuan Fitri, dipilihnya teman kencan yang bermobil hanya untuk lebih memudahkan bernegosiasi karena lebih aman dan terlindung kerahasiaan. "Biar begini, kami ini masih punya rasa malu. Harus bedakan dengan WTS," kata Fitri sembari mengepulkan asal rokok mentolnya.

Memang, ciri-ciri gadis ABG yang menjual diri di kawasan Merdeka tidak begitu kentara, apalagi ketika di tengah-tengah gerombolan teman-temannya. Tapi, bila suasana agak sepi, maka tampak kelompok-kelompok remaja putri masih bercengkrama di pinggir jalan. Biasanya mereka ngobrol di bawah pohon sambil melihat orang berlalu lintas. Nah, bila ada mobil jalan perlahan-lahan dan berhenti agak jauh dari tempat mereka, selanjutnya para ABG pelan-pelan sembari malu-malu mendekati mobil tersebut.

Tanpa basa-basi, ABG mereka langsung membuka pintu mobil, seolah-olah mobil jemputannya. "Kami langsung kenalan dan nego tentang tarif," cerita Juli, 15, siswa SMA swasta di Jl Merdeka dengan polos.

Gadis mungil ini mengaku, dirinya biasa dibawa ke sebuah hotel di JL Kol Barlian arah Bandara Sultan Machmud Badarudin II. "Tapi tidak boleh terlalu lama, biar tidak dicurigai orang tua," katanya. Paling lama dia hanya bersedia dibawa selama dua jam.

Hari Sabtu dan Minggu siang mereka agak leluasa. "Habis belajar, aku dan kawan-kawan pasti pergi ke disko pada hari Sabtu. Makanya, dalam tas sudah disiapkan pakaian ganti seperti celana jins dan kaus oblong," kata Fitri yang ditemui di diskotek Hotel Princess, Palembang.
Senada dengan Fitri, rekannya bernama Uci, 15, mengungkapkan, keluyuran di diskotek setiap Sabtu merupakan hiburan semata-mata. "Tapi kalau ada yang mengajak kencan, boleh-boleh saja, asalkan sama-sama memberi keuntungan," ujar Uci.

Ia berterus terang mengenai latar belakang terceburnya dia dan kawannya ke bisnis kenikmatan sesaat ini, karena tergoda ekstasi. Fitri dan Uci bersama tiga kawannya yang ABG di diskotek itu, terus mengoyang-golyangkan kepala dan badannya di tengah ingar bingar musik 'gedek-gedek' (house music), yang sambung-menyambung. Itu tanda mereka sedang triping.

Diskotek tersebut memang 'gudang' gadis ABG. Pekan lalu, saking membludaknya, tak ada ruang lagi, ratusan ABG yang memenuhi diskotek di lantai V, hotel di kompleks pertokoan Ilir Barat Permai itu, tidak leluasa lagi berimprovisasi dalam menggoyangkan badannya.

Entah kapan mulainya para ABG di Palembang melakukan bisnis esek-esek. Tapi, yang jelas fenomena ini mulai marak sejak krisis moneter melanda. Jumlah ABG yang berpraktek sampingan, semakin hari semakin bertambah. Di pusat-pusat keramaian ABG ini terlihat jelas seperti di Jl Merdeka mulai dari kediaman Wali Kota Palembang hingga ke kantor Pemda Tk II Palembang, diskotek Hotel Princess, Hotel Lembang, Dharma Agung, Dian Cottages, dan di kawasan Jalan Pagaralam.

Fitri maupun Uci, keluarganya yang tergolong orang terpandang di Palembang, tidak sembarangan memilih teman kencan. "Duit bukan tujuan utama, yang penting kita bisa sama-sama happy. Ya, apalagi kalau bukan dengan triping," tambah Fitri, yang selalu memberi tahu orang tua bahwa setiap Sabtu dirinya ikut les pelajaran bahasa Inggris.

Ada juga ABG yang memang tujuan utamanya mengejar uang, "Saya mau kalau dikasih uang Rp 100 ribu sekali kencan," ujar Juli terus terang. Cewek bertempat tinggal di Plaju ini bercerita, uang itu diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan dirinya seperti transpor, biaya sekolah, dan kebutuhan adik-adiknya. Menurutnya, sampai saat orang tuanya yang pensiunan PNS ini tak tahu-menahu 'profesi' barunya.

Biasanya, kata Juli, dia di-booking om-om yang berduit. Alasannya, kata gadis berparas lumayan ini, selain tidak pelit, om-om senang itu sangat menjamin kerahasiaannya. Termasuk kerahasiaan pribadi om-om tersebut.

"Yang penting, orang tua saya tidak berat lagi menanggung beban sekolah saya dan adik-adiknya yang empat orang," ujar Juli. Ia bercita-cita menjadi seorang perawat.

Bisnis esek-esek para ABG ini sangat kentara di diskotek Hotel Princess. Hotel yang terletak di kawasan pertokoan Ilir Barat Permai ini sengaja membuka acaranya hari Sabtu siang dari pukul 13.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB.

Acara ekstrashow itu juga dilanjutkan dengan Minggu pagi keesokan harinya. Makanya, pada Sabtu siang, hotel bintang tiga ini banyak dikunjungi para ABG. Lobi di lantai bawah terlihat penuh sesak karena daya tampung tidak memadai.

Untuk menjaring ABG yang berasal dari keluarga yang tidak mampu, maka si lelaki iseng cukup menunggu di lobi hotel. Sebab, rombongan ABG ini biasanya menawarkan diri untuk naik ke atas (diskotek) karena tidak mampu membayar cover charge seharga Rp 15 ribu per orang.

"Kita tunggu saja dan pilih mana yang suka," kata seorang pengusaha pupuk yang mengincar ABG yang hendak triping tersebut. Dan memang banyak ABG yang dengan manjanya mengajak kencan sambil triping.

Para gadis ABG sudah senang bila ditraktir minuman, rokok, dan cover charge. "Kalau mereka mau triping, harus disediakan pil ekstasi," kata seorang penjaga pintu diskotek terkenal di Palembang itu.

Mereka juga bisa langsung dibawa ke kamar hotel itu. "Makanya, setiap Sabtu dan Minggu, kamar Hotel Princess selalu penuh," kata seorang pengunjung.

Manajer Hotel Princess, Tommy mengatakan, dirinya hanya penyedia tempat hiburan saja. Soal ada transaksi antara ABG dan pengunjung, dirinya tidak tahu, katanya.


bersambung ...

Menelusuri Pelacuran ABG di Pulau Batam, kep. Riau

BATAM- KEP. RIAU.

"SAYA hanya mencari uang," kata Tati. Gadis berusia 15 tahun itu, bisa ditemukan di salah satu karaoke di Nagoya, Pulau Batam. Ia dipajang dalam etalase dengan nomor dada 16.

Di dalam etalase, Tati selalu tersenyum. Ia sengaja duduk dengan menopangkan kaki kakan di atas kaki kirinya, sehingga rok mini yang dikenakan sedikit tersingkap.

Bagaimana cara berkenalan dengan Tati? Seorang petugas di tempat itu akan dengan gampang memanggil Tati ke luar etalase, jika menyebut angka yang terpampang di dadanya. Bukan hanya Tati, puluhan gadis lain yang dipajang di tempat itu, bisa keluar dengan sekali menyebut angka.

Belakangan ini, Batam sudah menjadi 'gudang' pelacur ABG. Jumlahnya bisa mencapai ribuan orang. Para gadis berusia antara 14 sampai 19 tahun ittu ditampung di ratusan rumah toko (ruko) di kawasan Nagoya dan Sei Jodoh. Pada malam hari, mereka menjadi 'pemikat' di sekitar 30 tempat hiburan yang tersebar di Batam.

Umumnya tempat hiburan seperti diskotek, karaoke, panti pijat, menyimpan sekitar 50 sampai 100 orang wanita muda yang masih tergolong 'anak baru gede' (ABG) sebagai karyawan untuk menjaring tamu-tamu yang haus hiburan.

Kecuali pub, hampir semua tempat hiburan menyimpan wanita. Meski tidak langsung terlihat di etalase tempat hiburan, karena ada larangan dari pemerintah dan Otorita Batam, namun hampir tidak ada tempat hiburan yang tidak menyediakan wanita.

Di setiap tempat hiburan itu, para ABG dikordinasi oleh seorang germo, yang biasa dipanggil dengan sebutan mami. Jika ada yang memesan, si mami dengan gampang menuntun para ABG seperti Tati untuk duduk di samping pria.

Tati mengaku, berasal dari sebuah desa di Jawa Barat. Ia datang ke tempat itu bertujuan mencari uang sebanyak mungkin. Untuk itu ia belajar berbagai hal, termasuk memilih parfum yang bisa memancing gairah pria. Ia juga sudah pandai menyanyi.

Tati juga sudah terbiasa menyapa orang dengan bahasa yang sangat santun. Bila bicara dengan pria, dia selalu merapatkan mulutnya ke telinga lawan bicaranya, dengan napas agak diembuskan. "Itu cara mengundang pria," katanya.

Dengan berbagai cara, Tati selalu berupaya agar pria yang ditemani bisa langsung mengajaknya ke 'lantai atas'. Sebutan untuk tempat tersedianya kamar tidur.

"Semakin banyak pria yang saya temani, semakin besar penghasilan saya," katanya. Itu makanya, Tati selalu mencari akal agar pria yang didampingi bisa segera di ajak ke 'lantai atas'.

Sebagai wanita pencari uang, Tati tidak pernah memilih teman kencannya. Dia bersedia menerima siapa saja, "Saya sering melayani pria tua dari Singapura," katanya.

Tati merasa betah di tempat itu. Sejak datang dari Jawa Barat, Tati telah dua kali memperpanjang kontrak dengan perusahaan tempatnya bekerja. Satu ikatan kontrak lamanya empat bulan. Sepanjang waktu itu, dia tidak boleh keluar kecuali seizin mami atau diboking pria.

"Kontrol terhadap kami sangat ketat, sehingga tidak bisa sesuka hati pergi ke suatu tempat," katanya. Germonya, harus tetap mengetahui di mana posisi mereka setiap saat, karena kadang-kadang ada 'pesanan' mendadak.

Di perusahaan itu, ada sekitar 80-an wanita seperti Tati. Untuk membawa mereka selama 1 malam, harus membayar Rp 300.000. Mereka boleh dibawa sore hari atau malam hari, sampai besok harinya paling lambat pukul 09.00 WIB.

Mereka hanya memperoleh sebagian kecil dari tarif yang dikenakan oleh pengelola hiburan. Itu sebabnya, para ABG banyak yang memilih untuk tinggal di luar agar gampang menjaring pelanggan tanpa ikatan.

"Kami hanya mendapat Rp 40.000 untuk short time, sementara untuk satu malam, kami hanya mendapat Rp 100.000," ujar Iis, 16 tahun. Pengaturan tarif sebesar itu dilakukan karena untuk short time, perusahaan memberikan Rp 40.000 untuk sewa kamar, Rp 20.000 bagi sopir taksi atau pengantar, dan Rp 60.000 ke perusahaan.

Setelah uangnya terkumpul, mereka biasanya pulang kampung. "Tapi tidak selalu banyak dibawa ke kampung, karena banyak potongan tinggal di sini," ujar Titi, 18 tahun. Pada masa kontrak empat bulan lalu, Titi mengaku hanya membawa uang sebesar Rp 2 juta ke kampung.

Wanita berkulit kuning langsat itu mengakui dirinya memang boros. Majikannya sering membawa pakaian-pakaian yang menarik dan dibagikan kepada mereka, yang mengambil harganya dihitungkan pada akhir masa kontrak. Umumnya harga pakaian itu jauh di atas harga normal.

Akibat pemerasan oleh majikan itu, banyak ABG yang melarikan diri, "Karena tidak ada uang masuk, sementara biaya hidup di sini semakin tinggi," ujar Yayang, 17 tahun. Semula, wanita penghuni karaoke tempat Yayang bekerja berjumlah 120 orang, sekarang tinggal 60 orang.

Di luar tempat hiburan, terdapat ABG yang memang berasal dari Batam atau daerah sekitarnya dan masih sekolah di SLTA. Tapi jumlahnya hanya sedikit. Mereka bisa ditemukan di pusat keramaian Nagoya, Pelita, dan Jodoh, Batam Timur.

ABG-ABG itu juga biasa mangkal di sejumlah diskotek, Lucky Plaza dan hotel-hotel. Cirinya, mereka menggunakan pakaian dengan dada terbuka, sepatu hak tinggi, serta menyandang tas kecil di punggung. Mereka keluar dari rumah sekitar pukul 21.00 WIB hingga tengah malam.

Konsumen wanita ABG ini cukup beragam. Mulai dari pemuda yang bekerja di sejumlah industri atau sektor informal, hingga pria tua bangka dari Singapura atau Malaysia.

Bahkan sejumlah pria berumur dari Singapura menjadikan para ABG itu sebagai istri simpanan.

Mereka diberi biaya hidup yang memadai, yakni mulai dari Sin$500 per bulan hingga Sin$1.500 per bulan. Atau jika dirupiahkan, para istri simpanan itu akan menerima tunjangan biaya hidup sebesar Rp 1 juta hingga Rp 4 juta per bulan.

Mereka akan berada kembali di 'remang' malam begitu 'suaminya' pulang ke Singapura. Para istri simpanan itu, tidak terlalu susah digaet. Mereka bisa diajak ke diskotek hanya dengan modal ekstasi.

bersambung.....

Menelusuri Pelacuran ABG di Makassar, Sulawesi Selatan (IX)

MAKASAR - SULAWESI


Antara Ogi dan Cici


Berbeda lagi dengan Ogi, menggeluti dunia pelacuran memang semata-mata karena butuh uang untuk hidup. Anak bungsu dari dua bersaudara ini, orang tuanya hanya daeng becak (tukang becak).

Gadis berparas cantik ini, dalam usia yang sudah 16 tahun, hidupnya lebih mapan. Ia memiliki handphone dan pakaian serta alat kecantikan yang diapakai dari merek-merek terkenal.

Ia adalah salah satu penghuni Losari, yang oleh teman-temannya dianggap sudah 'sukses', karena sudah pernah kawin kontrak dengan seorang pria warga negara Jepang.

Ia meninggalkan Pantai Losari, karena mendapat lokasi lain yang lebih menjanjikan, "Ada yang mengajak saya kerja sebagai pelayan di salah satu karaoke," katanya.

Berangkat dari situ, ia ingin meraih 'prestasi'. Ia ingin memerankan peran ganda baik sebagai pelayan bir maupun sebagai budak nafsu. "Mulanya saya ragu menawarkan diri," katanya. Namun alangkah girangnya bukan main ketika seorang warga negara keturunan Tionghoa memberinya uang Rp 200.000 setelah diajak kencan.

Selain di tempat itu, mereka juga bisa ditemui di bioskop Studio 21 atau di pinggir Jalan Dr Sam Ratulangi. Salah satu ABG yang mangkal di Jl Sam Ratulangi, Ogi, 18 tahun. Ia hanya mau diajak kencan oleh orang-orang gedongan dengan imbalan Rp 250.000 hingga Rp 400.000.

"Gengsi dong kencan dengan sembarang orang," katanya. Dengan demikian, wajar jika bisa memakai handphone serta pakaian bermerek lainnya. "Kalau bukan di hotel saya tidak mau kencan," katanya. Paling tidak, hotel kelas melati.

Sebenarnya, Ogi bukanlah berasal dari kalangan keluarga miskin. Tetapi mengapa sampai terjerumus ke lembah nista? Menurut dia, akibat kegagalan membina hubungan dengan kekasihnya, telah membuatnya kehilangan harapan. Yang membuatnya lebih sakit, karena yang merebut kekasihnya itu adalah keluarganya sendiri. Akhirnya lari dari rumah untuk hidup di 'alam bebas', "Saya sekarang ngontrak rumah," katanya.

Ia kini telah hidup sebagai istri peliharaan dari seorang pengusaha berkewarganegaran Tionghoa, selain juga berkencan dengan banyak pria.

Cici, 16 tahun juga memasang tarif cukup mahal, Rp 250 ribu sekali kencan. Penampilan sama sekali tidak mengesankan sebagai etek. Bahkan bisa dibilang sangat sopan. Ia juga tidak ingin menjajakan diri secara terbuka. "Saya tidak biasa mangkal di tempat terbuka," katanya. Selama ini ladang operasinya, lebih banyak menjaring mangsa di night club seperti Ziqzaq di Makassar Golden Hotel (MGH) atau di M Club Kawasan perumahan elite Panakukang Mas.

Etek 'elite' ini, dalam beroperasi memiliki kata sandi. Biasanya mereka mengatakan mau ke ATM jika ditanya oleh rekan-rekannya saat ke luar dari rumah, "ATM, kan identik dengan uang," tutur Cici.

Menurut dia, sudah banyak pria yang mengajaknya kencan di berbagai hotel, kelas melati maupun berbintang. Ia menyebut beberapa hotel seperti yang terletak di Jl Emy Saelan, Jl Cenderawasih, Jl Bhayangkara, Jl Penghibur, dan Jl Dr Samratulangi. Soal tarif, bagi pria yang tidak begitu dikenalnya tidak ada kompromi. "Nginap bisa Rp 400.000. Kalau hanya dua sampai tiga jam saja, Rp 250.000 sampai Rp 300.000," ujarnya.

Bagi Cici, tidak semua uang diperolehnya berasal dari 'hasil keringat' begituan, "Ada juga ngasih uang karena pertemanan," ujar. Pengalamannya, tidak semau laki-laki hidung belang yang mengajak kencan langsung masuk kamar. "Keliling kota dulu atau menikmati hidangan di warung atau restauran," ujarnya lagi.

Cara mencari mangsa, tidak terang-terangan. Mereka tetap berusaha menahan diri. Biasanya diawali obrolan basa-basi di dalam night club, "Lelaki yang punya pengalaman, tentu langsung bisa menangkap apa arti obrolan itu," ujar Cici.

Mereka juga bisa mencari mangsa melalui germo atau cukung. Salah seorang cukong, Sun, 26, tahun mengaku mendapat penghasilan Rp 50.000 tiap malam, "Satu wanita komisinya Rp 10.000," ujarnya.

Sun yang kawasan operasinya di Makassar Golden Hotel (MGH) tidak sungkan mempromosikan 'produknya', "Ada namanya Yana, Evi. Semuanya anak belasan tahun yang penampilannya oke," katanya.

Menurut Cici, yang paling tidak menyenangkan kencan dengan pria, kalau menuntutnya macam-macam, seperti oral seks atau melalui bagian 'belakang'. Karena segan lantaran sudah dibayar, biasanya dipenuhi juga, "Sebenarnya jijik. Tapi cara mengatasinya, merem aja," ujarnya.

bersambung ...

Menelusuri Pelacuran ABG di Kalimantan Timur (VIII)

KALIMANTAN TIMUR

"DI SEMAK-semak saja," kata Elin, ketika diajak melanjutkan 'acara' ke sebuah hotel di Tanjung Selor, ibu kota Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. Ia merasa tidak aman masuk ke hotel dengan pakaian sekolah.

Gadis dari pedalaman Kalimantan yang berusia 17 tahun itu bercerita, ia biasa berkencan di balik pohon. "Saya tidak biasa di hotel. Di tempat lain juga boleh, pokoknya jangan di hotel. Di semak-semak juga tidak apa-apa, tidak ada yang lihat. Kan cuma sebentar," katanya.

Umumnya kencan dilakukan di semak-semak, atau di balik pohon, di tempat kost bila siang hari, atau di atas kapal yang banyak bertambat di daerah ini, atau bahkan di dalam mobil.

Para ABG paling takut bila diajak kencan di hotel maupun penginapan setempat. Kalaupun bersedia, maunya hotel atau penginapan di Kota Madia Turakan, sekitar satu jam setengah dari Tanjung Selor, bila menggunakan long boat.

ABG yang bisa diajak kencan di Tanjung Selor, banyak berkeliaran menjelang masa ulangan umum. Menurut Elin, banyaknya ABG yang 'turun ke jalan' pada saat-saat seperti itu karena mereka membutuhkan uang untuk keperluan sekolah.

Elin mengakui bahwa mereka yang dari pedalaman sangat kekurangan uang. Untuk membiayai kehidupan sehari-hari memang mencukupi, tapi bila kebutuhan uang mulai agak besar seperti menjelang ulangan umum atau ujian, mereka hampir tidak berdaya. Orang tuanya yang berada jauh di pedalaman hanya petani atau peladang berpindah.

Ketika berangkat dari kampung halamannya untuk melanjutkan sekolah ke kota, mereka memang sudah dipersiapkan sedemikian rupa oleh orang tuanya agar terhindar dari 'malapetaka' kehamilan. Seperti Elin misalnya, untuk 'menjaga diri' agar tidak hamil, oleh ibunya ia diberikan jarum yang sudah dimantera-mantera.

Setiap hari menjelang keluar rumah atau mau berkencan, ia merendam jarum bermantera itu ke dalam segelas air, lalu airnya diminum. Sampai sekarang, Elin aman-aman saja kendati sudah berkali-kali melakukan hubungan seks.

"Berbahaya bila tidak minum air jarum," katanya. Ia menceritakan pengalaman temannya yang kehilangan jarum bermantera, setelah berkencan temannya itu hamil dan melahirkan anak tanpa ayah. Kemudian menjadi pelajar di Tarakan.

Banyak sudah gadis remaja di kota itu karena terlalu sering melakukan seks bebas, kemudian terjerumus menjadi pelacur. Menurut Elin, selain karena persoalan tersebut, banyaknya ABG menjadi pelacur karena ulah sejumlah oknum aparat.

Para ABG itu, tadinya merasa aman bila berhubungan dengan mereka, yang di sana dikenal dengan istilah kombet. Para kombet, awalnya melindungi mereka dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, tapi ujung-ujungnya para gadis itu dijual.

Seperti pengalaman Inge, juga berhenti dari SLTA saat mengetahui ada janin bayi dalam perutnya, 'hadiah' dari seorang oknum aparat kepolisian dari satuan provost. Pacaran tetap berlanjut, hingga menyeberang ke Tawan, Malaysia.

Di Tawan, janinnya digugurkan. Sementara sang pacar bolak-balik Tawan-Tanjung Selor karena masih berdinas di Polres Bulungan. Singkat cerita, menurut Inge yang masih takut menyebutkan nama pacarnya tersebut, Inge dijual kepada para hidung belang di Tawan, berkisar seharga 200 hingga 250 ringgit Malaysia atau berkisar Rp 360 ribu hingga Rp 450 ribu untuk setiap kali kencan.

Menurut Inge, jaringan penjualan gadis ABG ke Tawan cukup rapi. Pada pedagang gadis lengkap dengan mata-mata dan tukang pukulnya. Mereka umumnya orang Indonesia yang memiliki kebebasan keluar masuk ke negara tetangga itu. Harga seorang wanita, dihargai cukong 4.000 ringgit atau Rp 7,2 juta (satu ringgit Rp 1.800).

Tapi saat ini Inge sudah lepas dari cengkeraman kombet. Inge melarikan diri dan lolos kembali ke kampung halamannya, ketika para tukang pukul berpesta, menikmati hasil penjualan wanita.

Selain ditempatkan di hotel-hotel di Tawan, juga ada yang dijual lagi ke cukong di Singapura, Sandakan, dan Kinabalu.

Menurut pengakuan Inge, memikirkan melarikan diri dari sarang maksiat, muncul saat Inge sedang haid namun dipaksa melayani tamu. Karena Inge menolak, ia lalu dipukuli dan dicaci maki, perlakuan yang sama juga dialami wanita-wanita lainnya.

Inge belum berani mengungkapkan siapa-siapa oknum yang terlibat dalam penjualan wanita-wanita, dia hanya menjelaskan di antara rekan-rekan wanitanya waktu masih di Tarakan, Tanjung Selor, maupun asal Pulau Jawa, rata-rata terbujuk dengan janji dapat kerja dengan gaji besar. Hal itu dibuktikan si pembawa dengan membelikan pakaian mewah dan pehiasan emas.

Namun setelah berada di sana, pakaian dan perhiasan dipreteli untuk diambil lagi. Hasil kencan dengan tamu juga diambil. Mereka dilarang kirim surat ke keluarga.

Lain lagi cerita ABG di Samarinda, mereka rata-rata anak putus sekolah dengan usia 14 sampai 17 tahun. Setiap hari mereka bisa ditemukan di sepanjang tepian Mahakam, terutama di Jl Slamet Riady atau lebih dikenal dengan sebutan Karang Asam.

Pria yang singgah di sana, ditawari oleh sejumlah wanita untuk minum sambil makan jagung manis. Kepada tamu, mereka hampir selalu mengatakan, "Mampir Mas, sambil minum dan bercinta." Kata 'bercinta' itulah yang menjadi daya tarik.

Pada pukul 19.00 hingga 21.30 di tempat itu biasa nongkrong anak sekolah. Di antaranya Yeyen berusia 17 tahun. Kepada tamu, ia sering kali minta diantar pulang.

Dalam perjalanan, Yeyen berkata, ''Eh... baru jam delapan malam, bagusnya kita ke mana ya?'' Penghuni rumah kost di Jalan Rahui Rahayu itu pulang sekitar pukul 22.00.

Di tepian Mahakam, menurut Yeyen ada empat ABG berstatus pelajar. Mereka adalah teman-teman sekolahnya. Semua temannya terjun ke dunia pelacuran, bukan karena kekurangan uang, tapi didorong oleh kebiasaan menelan ekstasi.

Selain mendapat ekstasi, mereka juga bisa mengantongi uang. Bila malam Minggu, penghasilannya berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 350 ribu. "Saya biasanya hanya sanggup melayani dua orang," kata Yeyen.

bersambung....

Menelusuri Pelacuran ABG di Manado, Sulawesi Utara (VII)

Manado - Sulawesi Utara

Kalau suka sama suka bisa gratis lho

SYENY marah-marah ketika seorang pria memberinya uang setelah selesai berkencan, "Memangnya saya pelacur. Saya tidak sudi dibayar," katanya dengan nada tinggi, sambil bergegas meninggalkan kamar sebuah hotel di Manado, Sulawesi Utara.

Gadis berusia 16 tahun, siswa sebuah SMU di Manado itu, menceritakan pengalamannya berkencan dengan seorang eksekutif muda, hanya untuk mencari pengalaman.

"Biasanya orang yang lebih dewasa, lebih berpengalaman," ujarnya. Pengalaman yang hendak ditimba dari pria dewasa, akan 'ditularkan' lagi kepada pacarnya.

Syeny biasa berkeluyuran dari satu diskotek ke diskotek lainnya. Bila akan menggaet 'mangsa' di dalam diskotek, Syeny selalu mencari pria yang duduk sendirian. "Saya ajak dia berbincang-bincang. Biasanya berakhir di kamar hotel," ujarnya.

Ia tidak mau mendekati sembarangan pria. Pilihannya, yang kelihatan berwibawa, dewasa, necis, dan ganteng. Pria dengan ciri-ciri seperti itu, menurut Syeny, tidak perlu diragukan lagi, pasti kantongnya tebal, "Tapi saya tidak pernah mengincar kantong pria. Tapi saya percaya, pria berkantong tebal pasti memiliki banyak pengalaman dengan wanita. Itu yang ingin saya dapatkan," tuturnya.

Gadis berkulit bersih itu berterus terang bahwa dirinya agak 'gila' seks. Pertama kali, ia melakukan hubungan seks dengan pacarnya setelah menonton VCD porno di rumahnya. Hubungan kedua, ketiga, sampai kelima kali tetap dilakukan dengan sang pacar. Tetapi Syeny merasakan tidak ada variasi, tidak seperti yang ditonton di VCD.

Didorong oleh keinginan mendapatkan 'perubahan' ia mencoba-coba mendekati pria yang sedang menyendiri di sebuah diskotek, "Rasanya memang berbeda," ujarnya. Setelah itu, Syeny pun terperangkap dalam pelukan sejumlah lelaki hidung belang.

Bicara soal diskotek, Syeny memang anak diskotek. Ia sudah menjelajah semua diskotek yang ada di Manado. Ia acap kali masuk ke tempat hiburan itu bersama pacarnya. "Tapi sekarang saya ke diskotek bersama teman-teman wanita. Kadang-kadang juga sendiri," tuturnya.

Ketika ia mengincar seorang pria di dalam diskotek, teman-temannya pun melakukan hal serupa. Tetapi teman-temannya kebanyakan bertujuan mencari uang, "Sekadar tambahan uang jajan," kata Sisca.

Tarif yang dipasang para ABG itu bervariasi antara Rp 100.000 sampai Rp 300.000. Soal tarif, tergantung tampang dan sikap pria. Bila ganteng dan menyenangkan, bisa dapat harga murah.

Tidak setiap malam mereka bisa mendapatkan pria, karena harus bersaing dengan wanita lain yang memang sudah terkoordinasi dengan rapi, "Kami harus bergerilya, dan berpura-pura sudah mengenal pria yang kami dekati," kata Sisca.

Selain di diskotek, mereka juga sering bergentayangan di mal. Salah satu mal yang dijadikan tempat mangkal para gadis ABG di Manado, adalah mal di Jl Sam Ratulangi, yang berhadapan persis dengan markas Korem 131/Santiago.

Di mal tersebut, mulai tengah hari sampai menjelang tutup, banyak gadis ABG yang berkeliaran. Cara mereka memancing pria nakal, berpura-pura menunggu seseorang sampil berusaha tersenyum bila bertatapan dengan seorang pria.

Di tempat-tempat terbuka seperti di mal-mal, para ABG Manado biasanya mondar-mandir. Cara jalan mereka persis sedang beraksi di atas cat-walk. Dan untuk mendapatkan mereka, tak perlu main kucing-kucingan. Biasanya diawali dengan makan bersama atau belanja. Seterusnya, terserah Anda, bisa di motel di luar kota, atau di hotel.

Para pria yang sering berkencan dengan ABG pun sudah hafal betul gaya mereka. Bila menjumpai ABG yang tersenyum, langsung didekati dan ngobrol 'ngalor-ngidul' sebentar, kemudian mencari tempat.

Menurut Meity, gadis ABG yang mangkal di mal tersebut, paling enak menggaet pria yang dari luar kota, "Biasanya saya berpura-pura menyapanya. Bila ada tanda-tanda dia suka, ya kami berangkat. Biasanya saya yang menentukan tempatnya, kalau dia tidak tinggal di hotel," katanya.

Uang yang diperoleh Meity setiap bulannya bisa mencapai Rp 1 juta. Ia tidak bisa menghitung penghasilan harian, "Kan tidak setap hari. Lagi pula saya tidak serius mencari uang dengan cara ini, hanya iseng," kata gadis berambut pendek, berusia 18 tahun itu.

Bicara mengenai uang, memang agak peka di kalangan ABG Manado, "Jangan pernah bicara uang saat sebelum, sedang, maupun sesudah main. Itu tabu. Kalau memang mau kasih, silakan," ujar Joice, 17 tahun, rekan Meity.

Salah seorang pria yang sering berkencan dengan ABG mengatakan, ia hampir tidak pernah mengeluarkan uang dalam berkencan dengan ABG. Ia mengeluarkan uang paling untuk membeli makanan dan sewa kamar hotel.

"Di sini yang diperlukan adalah semangat hunting. Daya juang seorang pemburu memang diuji di Manado. Seorang pemburu terkadang tak perlu modal uang, tetapi kewibawaan dan kecerdikan. Sebab, ABG di Manado sangat sok gengsi. Mereka berani melempar bundelan uang jutaan ke luar mobil, bila tersinggung. Mereka tidak gila duit. Jangan bergaya sok kaya di hadapan mereka. Wajar-wajar saja, necis, dan sopan," kata Ruddy, 45, seorang eksekutif muda yang cukup berpengalaman bergaul dengan para ABG itu.

Wilayah operasi para ABG Manado memang tak sulit dijumpai. Selain lokasi di seputaran mal di Jalan Sam Ratulangi, baik di luar maupun di dalam gedung, para ABG Manado dapat pula ditemui di sejumlah kafe di Manado Boulevard, atau di beberapa tempat hiburan malam.

Sangat sulit menjumpai mereka di hotel-hotel berbintang. "Itu sudah pasarannya wanita bayaran," ujar Joice.

Joice menuturkan, ia tidak mau dibawa terlalu lama, apalagi diajak ke luar kota, "Saya mesti ada di rumah paling lambat pukul 19.00," kata Joice. Ia tidak mau orang tuanya mencurigainya.

ABG Manado senang 'bermain' dengan para eksekutif muda dan tanpa harus dibayar, selain untuk kepuasan, juga ada sesuatu yang cukup besar yang mereka incar, yaitu pekerjaan.

"Banyak juga kawan kami yang bisa memperoleh pekerjaan di beberapa perusahaan bonafid, apakah itu di Manado, Bitung, bahkan di Jakarta dan kota-kota lainnya, hanya karena makin akrab berhubungan dengan para eksekutif muda," ungkap Meity.

(Bersambung11)

Menelusuri Pelacuran ABG di Cianjur, Jawa Barat (VI)

CIANJUR – JAWA BARAT

Salah-salah, Bisa Terperangkap yang Palsu

BILA Anda ke Cianjur dan bertemu seorang gadis dengan tahi lalat di dagu sebelah kiri, kulit putih, hidung mancung, dan tingginya 165 cm. Dia adalah Dian, putri salah seorang pegawai bank milik pemerintah di daerah berhawa dingin itu.

Dian yang baru saja tamat SLTA, terjun ke 'dunia hitam' sejak di kelas 1 SLTA. "Pacar saya tidak bertanggung jawab," katanya. Ia bercerita, kegadisannya direnggut oleh sang pacar, lalu ditinggal pergi. Ia kebingungan dan putas asa.

Dalam kondisi yang tidak menentu itu, ia bertemu dengan seorang teman yang menjanjikan bisa memberikan ketenangan. "Saya diberi pil dengan bayaran Rp 30.000. Saya jadi lupa segalanya," katanya. Ia kemudian ketagihan.

Dian biasa nongkrong di salah satu diskotek. Ia sering kali mengenakan T-shirt kuning dan celana hitam. Lalu bagaimana menggaet Dian. Tidak terlalu susah, "Beliin saja dia 10 butir, pasti dia mau," kata seorang germo bernama Helmy. Ketika ditelusuri, ternyata Dian ini memang anak seorang pejabat bank pemerintah di Cianjur dan tinggal di kawasan elite. Dian tidak terlalu memilih pasangan, yang penting disediakan pil 'gila' itu.

Untuk mendapatkan 10 butir ekstasi. Helmy bisa mengusahakan dalam waktu sekejap dengan harga Rp 30.000 per butir.

Menurut pengakuan Dian, selain karena perlakuan pacarnya, ia juga merasa tidak betah di rumah. "Ibu dan bapak sering bertengkar, tanpa saya tahu penyebabnya," kata Dian.

Dian belum berniat untuk kuliah. "Orang tua juga tidak memaksa saya, yang penting saya happy dulu deh," katanya.

Bila diajak, Dian tidak pernah menuntut bayaran. Ia lebih mengutamakan bersenang-senang, "Untuk kebutuhan sehari-hari, saya cukup," ujarnya.

Lain lagi cerita Novi. Gadis berusia 16 tahun ini, memang mencari uang. Saat ini sekolah di sebuah SLTA swasta di Cianjur. Gadis berkulit putih dengan tinggi 162 cm, datang ke Cianjur awal 1997 untuk melanjutkan studi. Dia sendiri berasal dan lahir di sebuah desa, di Kecamatan Sindangbarang, sekitar 120 kilometer dari Kota Cianjur.

Uang bulanan yang dikirim ayahnya yang menjadi petani, ternyata tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup di Cianjur. "Hanya diberi uang Rp 100 ribu tiap bulan, sangat tidak cukup untuk seorang gadis seperti saya," ujarnya.

Setelah satu tahun di Cianjur, dia mulai mengenal yang namanya diskotek dan kehidupan malam lainnya. Sampai suatu ketika, dia diajak teman sekolah pria, Michael, ke sebuah hotel di kawasan Puncak dan dikenalkan kepada pria setengah baya yang menghuni sebuah kamar di hotel berbintang. ''Saya diminta melayani laki-laki itu selama dua jam,'' kata Novi.

Sejak saat itulah dia menjadi ketagihan, karena mendapat uang secara mudah. Diakui pula, pertama menerima uang sebesar Rp 200 ribu, itu pun melalui teman prianya tadi.

''Saya sendiri tidak tahu berapa yang diberikan kepada teman pria saya itu,'' katanya polos. Selanjutnya, teman prianya itulah yang menjadi 'manajer' sampai saat ini.

"Kebetulan Michael di rumahnya punya telepon, jadi segalanya lancar,'' ungkap Novi, yang mengaku hingga kini masih kos di sebuah kamar ukuran 2 x 3 meter dengan biaya sewa Rp 50 ribu/bulan.

Gadis berwajah oval ini, memasang tarif untuk short time antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. ''Tapi kadang-kadang bisa Rp 150 ribu atau Rp 100 ribu bila saya suka kepada yang mem-booking saya," katanya.

Penghasilannya dibagi 60:40 dengan Michael. Tapi dia tidak mau diajak menginap. ''Takut ketahuan ibu kos,'' tambahnya.

Umumnya, tarif ABG di Cianjur antara Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu. Selain di diskotek di kawasan Puncak, mereka bisa dijumpai di beberapa salon kecantikan.

Di daerah itu, ada dua 'jenis' ABG, yaitu anak sekolahan dan ABG 'liar'. Yang masih sekolah biasanya tinggal di rumah kos atau rumah orang tuanya. Sedangkan yang 'liar' kebanyakan tinggal di rumah kontrakan.

Kendati ciri-cirinya sudah diketahui, untuk bisa bertemu ABG 'murni' di Cianjur memang gampang-gampang susah. Salah-salah, malah bisa bertemu dengan wanita yang menyamar sebagai ABG.

Besarnya minat para hidung belang kepada ABG ini justru dimanfaatkan germo-germo di lokalisasi WTS. Mereka mendandani WTS muda usia, dan meng-up grade-nya seolah-olah WTS itu pelajar yang sering pula menyebut-nyebut nama sekolah tertentu. Harga WTS itu kemudian menjadi mahal dan menjadi saingan para ABG. Tidak jarang para WTS itu mangkal di kafe-kafe dan diskotek dengan lagak seorang pelajar.

ABG tidak 'bertindak' sendiri-sendiri, selalu menggunakan perantara.

Para germo, juga dari kalangan pelajar atau karyawan. Ruddy, 28 tahun, misalnya karyawan sebuah BUMN di Cianjur, menjadi perantara ABG berawal dari rapat kerja badan usahanya tempat dia bekerja yang dihadiri pejabat di tingkat pusat.

''Saat itu saya disuruh pimpinan saya di Cianjur untuk mencari sedikitnya delapan ABG yang bisa dikencani bos-bos dari Jakarta," katanya.

Memang, awalnya cukup rikuh, tapi lama-lama jadi terbiasa ''Setiap ada meeting/rapat kerja yang memerlukan partai besar, saya selalu dihubungi, baik itu dari perusahaan saya sendiri maupun instansi lain yang membutuhkan. Tapi saya lihat-lihat dulu orang yang menghubungi saya, bisa dipercaya atau tidak,'' kata Rudy.

Seorang karyawan hotel di kawasan puncak, Andri, juga sering menjadi pemasok ABG bagi tamu-tamu hotelnya baik rombongan maupun perseorangan. "Biasanya jika hendak memesan, harus satu hari sebelumnya,'' kata Andri.

Alasannya, dia harus mengontak dulu para ABG itu masing-masing di sekolahnya. Ia tidak segan-segan menyebut nama-nama sekolah para ABG yang bisa dihubungi.

"Biasanya kami ketemu di warung-warung sekitar sekolah, dan saya mengaku sebagai keluarga mereka dari daerah. Setelah itu kami janjian ketemu di suatu tempat,'' kata Andri.

Biasanya tempat rendezvous berikutnya di sebuah restoran di bilangan Jl Mangunsarkoro atau di salon-salon kecantikan.

Selain menggunakan jasa germo terselubung, kalangan ABG bisa dijumpai di diskotek-diskotek di kawasan Cipanas, Puncak, setiap malam Sabtu dan Minggu. Mereka biasanya bergerombol dan membawa teman pria yang berfungsi sebagai perantara.

Bersambung.....



Menelusuri Pelacuran ABG di Tasikmalaya, Jawa Barat (V)

TASIKMALAYA - JAWABARAT.

Menggaet Mangsa di Depan ATM

SEORANG gadis remaja berdiri di antara antrean orang-orang yang akan melakukan transaksi di sebuah ATM di salah satu mal di Jl HZ Mustofa, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Keke nama gadis itu, usianya 16 tahun. Antre di depan ATPM adalah cara gadis ABG satu ini dalam menggaet mangsanya. "Yang mengambil uang di sini pasti banyak uangnya," kata Keke yakin. Ia menuturkan, teman-temannya juga melakukan cara itu.

Di Tasikmalaya, gadis ABG semacam Keke, disebut anyanyah. Melihat gaya Keke, sepintas sangat polos.

Namun di balik kepolosannya itu, putri ketiga dari empat bersaudara yang kini yng masih duduk di bangku kelas III salah satu SLTP swasta di Tasikmalaya (Jabar), ternyata menyimpan banyak pengalaman yang tidak kalah bersaing dengan wanita tuna susila (WTS) yang sudah kenyang pengalaman, termasuk pengalamannya berkencan dengan pria dari berbagai kelompok usia.

Kalau melihat latar belakang keluarganya, Keke tidak semestinya terjun ke dunia prostitusi ABG. Karena sang ayah adalah mantan pejabat teras di Tasikmalaya yang kini beralih profesi menjadi pengusaha sukses di Ciamis.

Keke mulai terjun ke dunia prostitusi ABG sejak kelas II SLTP, ia memiliki wajah dan postur tubuh yang tidak kalah menariknya dengan artis-artis ABG yang sering kita lihat di televisi.

Sepintas Keke mirip artis bom seks Sarah Azhari yang terlibat kasus foto porno. Wajar apabila banyak orang yang ingin tahu, apa sebenarnya yang melatarbelakangi gadis cantik sampai terjun ke dunia prostitusi.

Keke menceritakan pengalamannya mulai dari serbaketakutannya menghadapi dunia di luar rumahnya, hingga timbul keberanian melayani pria hidung belang. Bahkan, Keke tidak menyadari bahwa dirinya kini sudah menjadi wanita penghibur papan atas dan menjadi gadis rebutan pria berduit.

Bermula dari kecemburuannya terhadap wanita simpanan bapaknya, umur si wanita tersebut tidak jauh dari umurnya. Keke sempat tergoncang, apalagi setelah mengetahui orang tuanya bercerai, terlebih yang melatarbelakangi perceraian orang tunya itu setelah ibunya mengetahui ayahnya berselingkuh dengan wanita lain. Setelah orang tuanya bercerai, Keke memilih tinggal bersama ayahnya, karena Keke masih membutuhkan biaya sekolah.

Kecemburuan Keke semakin menjadi, setelah ia sering melihat ayahnya berduaan dengan teman kencannya, ditambah pernah memergoki ayahnya sedang bermesraan dengan pacarnya di ruang tamu.

Lalu lama-kelamaan Keke merasakan ada gejolak seks di tubuhnya, ditambah dengan keseringan nonton VCD porno bersama teman-teman sekolah.

Semula Keke menolak saat diminta menceritakan pengalamannya terjun ke dunia prostitusi, "Sudahlah, saya jadi menyesal menuturkan segala pengalaman saya, tapi tidak apalah itu kan pengalaman yang tidak mungkin terlupakan,'' kata Keke dengan nada suara sedikit gugup. Kegugupan Keke sangat kelihatan sekaligus mencerminkan bahwa dirinya belum lama terjun ke dunia prostitusi.

Keke meminta agar tidak ditulis nama lengkapnya. ''Maklum ayah saya sering baca koran dan pengalaman saya ini takut dibaca keluarga saya di rumah,'' kata Keke.

Keke juga berkencan dengan pria asing. Kencan terakhirnya dengan pria setengah baya warga negara Jepang yang baru dikenalnya dua hari di pusat perbelanjaan.

Meski usianya masih muda belia, Keke lebih suka berkencan dengan usia jauh di atasnya. Menurutnya, berkencan dengan pria setengah baya sangat menyenangkan serta tidak banyak menuntut. Berbeda jika berkencan dengan usia muda. Menurutnya, selain rewel juga banyak menuntut yang aneh-aneh.

Keke menuturkan, berkencan dengan pria warga negara asing lebih mendalam. Pria asing jika berkencan seolah dirinya dianggap istrinya sendiri. ''Malah ujung-ujungnya, pria asing tersebut ingin menikahi saya,'' aku Keke seraya tertawa.

Di seputar Jalan HZ Mustofa, Kotif Tasikmalaya, memang tempat nongkrong pada ABG. Mereka biasanya menikmati hidangan kafetaria yang terletak di lantai II gedung pusat perbelanjaan.

Tarif mereka bervariatif mulai dari Rp 150.000 hingga Rp 500.000 sekali kencan. Tidak hanya itu, mereka juga memasang tarif khusus bila kencan tidak sampai berhubungan badan.

Misal bila hanya ingin memegang payudara, si pria iseng akan dikenakan tarif Rp 15 ribu, paha Rp 10 ribu, berciuman Rp 25 ribu, dan memegang alat vital Rp 50 ribu.

Para pelacur ABG yang di Tasikmalaya dikenal dengan sebutan anyanyah ini tidak hanya nongkrong di pusat perbelanjaan (mall-dept store) melainkan di sejumlah cafe dan hotel.

Misalnya di Hotel Padjadjaran Jalan Ir H Juanda dan Hotel Ramayana Jalan Raya Indihiang. Para pelacur ABG mulai melakukan aksinya sekitar pukul 21.00 WIB. Cara mereka untuk menarik perhatian pria hidung belang sangat beragam.

Ada yang memberikan nomor hand phone-nya ke pegawai hotel, juga ada di antara mereka ada yang langsung menunggu di ruang tamu hotel. Cara demikian sering dilakukan oleh ABG yang sudah memiliki germo resmi. Tarif mereka antara Rp 150 ribu sampai dengan Rp 300 ribu.

"Itu bukan harga mati, apabila si pria bisa merayunya harga untuk berkencan tidak sampai demikian, bisa saja gratis atau hanya membayar kamar hotel. Jadi gimana kitanya,'' ujar salah seorang karyawan hotel di Tasikmalaya.

Cara lain yang lebih unik yang banyak dilakukan oleh para pelacur ABG yakni dengan berpura-pura belanja atau sekadar mengambil uang di ATM yang terletak di dalam mal, cara unik ini tidak bisa dilakukan oleh pelacur ABG sembarangan, karena dengan cara tersebut hanya pelacur ABG berparas cantik dan berpenampilan glamour yang bisa melakukannya. Dengan cara demikian, pria yang berhasil mereka pancing kebanyakan orang menengah ke atas.

Sejak merebaknya sejumlah mal dan departement store di Tasikmalaya, para pelacur ABG semakin merajalela. Kebanyakan para ABG masih berstatus pelajar (SLTP dan SMU) serta mahasiswi.

bersambung... ya (sabar ya...)